TEMPO.CO, Bogor - Menteri Kesehatan Nila Moeloek memastikan imunisasi difteri akan diperluas sesegera mungkin. Hal itu diputuskan dalam rapat terbatas yang digelar di Istana Bogor pada Rabu, 27 Desember 2017.
“Ini sudah menjadi penyakit endemis, ya. Ini sudah ada dari dulu dan kita baru mulai dengan memberikan suntikan karena penemuannya juga tahun 1977. Kami baru mulai melakukan bulan imunisasi ke anak sekolah,” kata Nila saat ditemui seusai rapat.
Baca: Terus Meluas, DPR Minta Penanganan Wabah Difteri Dievaluasi
Sejumlah kasus yang diduga difteri mulai bermunculan sejak penyakit itu teridentifikasi. Pada pekan lalu, misalnya, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta meninggal di ruang isolasi Rumah Sakit Umum Daerah Dradjat Prawiranegara, Serang, karena diduga menderita difteri.
Imunisasi difteri pun sudah dilakukan sejak 10 Desember 2017. Namun imunisasi yang dilaksanakan lewat outbreak response immunization (ORI) itu baru digelar di tiga provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Dengan perluasan, diharapkan imunisasi bisa dilakukan di semua provinsi.
Baca Juga:
Baca: Wabah Difteri, Anies Baswedan Ajak Warga Responsif
Nila menuturkan imunisasi juga diperluas karena bakteri difteri tidak pernah atau tidak bisa benar-benar hilang. Selain itu, bakteri itu mudah menyerang orang yang daya tahan tubuhnya lemah. Maka, lebih baik dilakukan imunisasi luas sesegera mungkin.
Adapun jenis imunisasi yang akan diperluas, kata Nila, adalah ORI. “Ini tidak hanya di Indonesia. Ini di banyak negara lain. Ada di India, Bangladesh, Myanmar, dan masih banyak lagi. Di dunia sebenarnya difteri masih positif,” ucapnya.
Perihal asal vaksin, Nila memastikan vaksin difteri berasal dari PT Bio Farma. Pemerintah pun, ujar Nila, meminta vaksin itu terus dibuat perusahaan tersebut. “Sehingga berkesinambungan. Jadi, mulai Desember ini hingga Januari nanti, kami terus ke provinsi-provinsi yang memang terkena,” tutur Nila.