TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman RI Bidang Hukum dan Peradilan Ninik Rahayu menyatakan adanya maladministrasi dalam proses prapenempatan pekerja migran. Hal ini menyebabkan maraknya perdagangan orang ke luar negeri.
"Pengaduan terkait kasus migran cukup banyak, bukan hanya soal proses rekrutmen, tapi proses penegakan hukum," kata Ninik di gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 19 Desember 2017.
Baca: Indonesia Minta Negara ASEAN Lindungi Pekerja Migran
Ninik mengatakan kesalahan administrasi perdagangan orang terjadi di enam tahapan. Tahapan itu adalah perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, pemeriksaan kesehatan dan psikologis, perjanjian kerja, dan pembekalan akhir penempatan (PAP).
Berdasarkan kajian Ombudsman sejak Juni-September 2017, terdapat 30 kasus pemberian uang dari perekrut kepada calon pekerja migran. Jumlahnya sekitar Rp 5 juta hingga Rp 7 juta untuk persiapan keberangkatan. "Tapi harus dikembalikan calon buruh dengan pemotongan gaji," kata Ninik.
Baca: Negara ASEAN Tandatangani Konsensus Perlindungan Pekerja Migran
Selain itu, Ombudsman menemukan 10 kasus calon buruh tidak mendapat penjelasan perjanjian kerja (PK) oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Data lainnya menunjukkan ada 12 kasus buruh migran tidak memperoleh PAP, 24 kasus calon buruh tak mengikuti pemeriksaan psikologi, 26 kasus calon tidak diinformasikan ihwal kondisi tempat kerja, dan 22 kasus buruh tidak diperbolehkan keluar penampungan.
Temuan itu, kata Ninik, berpotensi terjadi tindak pidana perdagangan orang. Sebab, tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
Ninik mengatakan temuan itu seharusnya jadi catatan penting bagi kementerian tenaga kerja. Ia mengharapakan kesungguhan pemerintah untuk memberantas praktik perdagangan orang.
Bila pemerintah masih abai, menurut Ninik, Indonesia akan tertinggal dengan capaian Vietnam dan Filipina. "Dua negara ini tidak sekadar membuat kebijakan tapi mampu menegakkan hukum, sehingga tindak pidana perdagangan orang mampu dicegah," ujarnya.
Ombudsman merilis kajian investigasi layanan publik pekerja migran. Kajian itu dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Buruh Migran Internasional yang jatuh pada Senin, 18 Desember 2017. Adapun Ombudsman menghimpun data responden dari wilayah pengirim dan wilayah transit pekerja migran, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau, dan Jakarta.