TEMPO.CO, Jakarta - Otto Hasibuan, mantan kuasa hukum tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto, menyatakan perlu ada kesepakatan antara pengacara dan klien mengenai tata cara penanganan perkara. Tidak adanya kata sepakat hanya menimbulkan kerugian bagi kedua pihak.
"Kalau tidak ada kesepakatan, saya bisa rugi dan dia (klien) juga rugi," kata Otto di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Desember 2017.
Baca: Otto Hasibuan Keluar dari Tim Penasehat Hukum Setya Novanto
Biasanya, ucap dia, ketidaksepakatan itu terjadi lantaran perbedaan pandangan dalam menangani perkara. Alhasil, ujar Otto, tak ditemukan cara yang tepat untuk membela klien di pengadilan. "Kalau saya bilang A dan dia (klien) bilang B, kan ini tidak cocok," tuturnya.
Otto resmi mengundurkan diri dari tim kuasa hukum Setya. Ia telah menandatangani surat pengunduran diri pada Kamis, 7 Desember 2017. Ia menyerahkan surat itu kepada Setya dan KPK pada Jumat siang ini.
Simak: Praperadilan Setya Novanto, KPK Bawa 1 Koper dan 4 Kardus Bukti
Otto mengatakan tidak ada kata sepakat antara dia dan Setya terkait dengan tata cara penanganan perkara. Otto tak menjelaskan detail perbedaan pendapat yang dimaksud lantaran harus menjaga rahasia klien.
Namun, ucap Otto, seorang pengacara perlu menjaga independensi dan integritas. Artinya, tak ada yang bisa mempengaruhi pengacara dalam mengambil keputusan. "Saya harus bebas. Itu contoh ya, bukan kasus (Setya Novanto) ini," ujarnya.
Lihat: Istri Setya Novanto Enggan Berkomentar Seusai Datangi Rutan KPK
Dalam pemberitaan Tempo pada Senin, 20 November 2017, Otto ditunjuk sebagai salah satu kuasa hukum Setya Novanto. Sebelumnya, nama Otto dikenal sebagai pengacara Jessica Kumala Wongso dalam menangani kasus racun sianida.