TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi pesimistis partainya akan benar-benar bersikap tegas soal status Ketua Umum non aktif Setya Novanto yang telah menjadi tersangka korupsi E-KTP. Sebab, kata ia, elit Golkar jago berkilah untuk situasi-situasi seperti sekarang.
"Golkar ini kan paling pinter leak-leok. Sekarang begini, saat ada wacana Munaslub, tunggu praperadilan. Nanti, setelah praperadilan, beda lagi, pleno lagi, diterusin lagi. Terus aja seperti itu," ujar Dedi dengan nada menyindir ketika mengikuti diskusi status Partai Golkar pasca penetapan Setya sebagai tersangka, Sabtu, 25 November 2017.
Baca juga: Mengapa Jusuf Kalla Ingin Ganti Setya Novanto Sebelum Pemilu?
Sebagaimana diketahui, saat ini Golkar dalam keadaan gaduh pasca-Setya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP dan ditahan KPK. Salah satunya, meributkan apakah Setya Novanto perlu dipertahankan sebagai ketua atau tidak.
Sejumlah kader muda, seperti Dedi, menyatakan Setya harus diberhentikan. Bahkan, sudah ada kader yang menyatakan siap menggantikan Setya seperti Titiek Soeharto, Ade Komarudin, dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Sejauh ini, Golkar bertahan dengan Plt Ketua Umum yaitu Idrus Marham yang ditetapkan berdasarkan Rapat Pleno Golkar. Sementara itu, status Setya Novanto dinonaktifkan hingga ada putusan pra peradilan. Setya Novanto diketahui tidak mau dilengserkan dari posisinya tanpa diberi kesempatan membela diri.
Dedi berkata, jika Golkar memang berniat berbenah pasca-Setya Novanto menjadi tersangka, maka sebuah komitmen harus ditegaskan. Menurutnya, sudah terlalu sering sebuah putusan berbeda dengan apa yang dibahas bersama-sama kader.
"Ada jaminan perubahan tidak? Saya mengalami sendiri, ada rapat pleno tapi keputusan akhirnya beda dengan hasil rapat," ujar Dedi menegaskan.
Baca juga: Curhat Pinisepuh Soal Golkar yang Kini Jadi Partai Gizi
Wasekjen Golkar, Sarmuji, merespon pernyataan Dedi dengan mengatakan bahwa semua putusan pleno akan dipertanggungjawabkan. Kalau memang ada perubahan secara sepihak yang bertentangan dengan hasil rapat, maka hal itu bisa dipermasalahkan.
"Bisa digugat, bisa dipersoalkan," ujar Sarmuji sembari menambahkan bahwa hasil Rapat Pleno Golkar beberapa hari lalu sudah mempertimbangkan berbagai hal, termasuk suara-suara kader.