TEMPO.CO, Jakarta- Politikus senior Partai Golkar Sarwono Kusumaatmadja mengatakan dirinya menginginkan partai berlambang pohon beringin itu direvitalisasi. Pernyataan itu dia sampaikan terkait masalah yang menimpa partai akibat kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
"Apakah Golkar bisa direvitalisasi? Saya pikir bisa, mungkin dalam hal ini kami senior-senior mempunyai keinginan kuat agar Golkar bisa direvitalisasi, karena sedikit banyak kami pernah menumbuhkannya dulu," kata Sarwono saat hadir di acara Jusuf Wanandi's 80th Birthday Seminar di auditorium CSIS, Jakarta pada Kamis, 23 November 2017.
Baca: Setya Novanto Tegaskan Masih Ketua DPR
Sarwono hadir dalam seminar Center for Strategic and International Studies ini bersama sejumlah politikus senior Partai Golkar yang lain, di antaranya Akbar Tandjung dan Fahmi Idris. Sarwono dan Akbar menjadi pembicara dalam seminar tentang Golkar yang digelar dalam acara perayaan ulang tahun salah satu pendiri CSIS ini.
Kendati menginginkan revitalisasi, kata Sarwono, dirinya menyadari bahwa hal tersebut harus ditanyakan pada pengurus dan kader Golkar yang masih aktif mengurus partai. "Apakah mereka punya drive yang sama tentang ini? Belum tentu lho," kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar tahun 1983-1988 ini.
Baca: Nusron Wahid Kembali Suarakan Pelengseran Setya Novanto
Sarwono mengatakan, banyak hal yang tidak dia mengerti terkait kondisi politik saat ini. Ia mengatakan masalah yang menimpa Golkar akibat kasus yang menjerat Ketua Umum Golkar Setya Novanto sangat disayangkan. Kendati, menurut Sarwono, tak bisa juga dihindari jika melihat kultur politik yang berlaku saat ini.
"Siapa yang akan menggantikan Setya Novanto saya tidak begitu hirau karena saya bukan inner circle yang mengurusi itu lagi," kata Sarwono.
Menurut Sarwono, ada yang salah dengan kultur politik ketika orang menamakan organisasinya sebagai kendaraan. Kultur semacam ini, kata dia, berpotensi menimbulkan politik yang mengandalkan uang, termasuk salah satunya yang saat ini menjerat Golkar lantaran ketua umumnya.
"Cuma kendaraan? Semua orang bisa naik turun, asal bayar? Orang enggak bisa lama duduk ngobrol betah tentang ide, gagasan, dan program. Yang diomongin siapa, dapat apa dan berapa," kata Sarwono.