TEMPO.CO, Jakarta - Dua pucuk surat yang diduga ditulis Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto viral di media sosial. Satu surat ditujukan untuk DPP Golkar dan satu lainnya dikirimkan untuk pimpinan DPR
Dalam surat tersebut ia meminta DPP Golkar dan pimpinan DPR tidak membahas tentang pemberhentian dirinya baik sebagai ketua umum Golkar ataupun Ketua DPR.
Sejumlah petinggi partai Golkar mengaku belum menerima surat tersebut. "Saya belum lihat suratnya," kata Ketua Harian Golkar, Nurdin Halid, di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa, 21 November 2017.
Baca juga: Rapat Pleno Golkar Bahas Nasib Setya Novanto Berlangsung Alot
English version: Setya Novanto Pleads Not to Be Ousted by DPR
Namun, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah justru membenarkan surat yang dikirimkan ke DPR. "Tadi, dikirim lawyer-nya," kata dia lewat pesan singkat pada Tempo.
Fahri Hamzah menjelaskan surat itu memberikan informasi bahwa Setya Novanto selaku ketua umum Golkar mengambil keputusan untuk menunda proses pergantian ketua DPR sampai proses hukum yang melilitnya terselesaikan.
"Karena beliau sebagai ketum (Golkar) yang sah, maka tentu sesuai UU MD3 (Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD) tidak akan ada surat dari DPP partai Golkar yang mengusulkan pergantian pimpinan," ucapnya.
Dengan kata lain, kata Fahri Hamzah, fraksi Golkar selaku perpanjangan tangan partai di DPR tidak akan mengusulkan pergantian pimpinan. Pasalnya tanpa mandat Setya Novanto selaku ketua umum, fraksi Golkar tidak bisa mengajukan pergantian pimpinan DPR.
Baca juga: Jawaban Istana Soal Setya Novanto Dua Kali Bertemu Jokowi
"Karena syarat perubahan pimpinan DPR dalam UU MD3 menyatakan adanya tanda tangan ketum dan sekjen yang asli. Bukan pelaksana tugas atau pengganti," tuturnya.
Surat Setya Novanto tersebut ditulis dengan tulisan tangan dan tanpa kop surat. Surat tertanggal 21 November 2017 ini hanya dilengkapi dengan tanda tangan Setya Novanto di atas materai Rp 6.000.