TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan surat permohonan pencekalan terhadap Ketua DPR Setya Novanto tidak mengandung unsur pidana. Menurut Agus pembuatan surat tersebut telah melalui prosedur yang sah.
"Di KPK itu kan biasa siapapun boleh tanda tangan di antara lima pimpinan, asalkan pimpinan lain menyetujui," kata Agus di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 15 November 2017.
Agus menilai perpanjangan surat pencekalan Novanto tidak mempunyai kaitan dengan putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menggugurkan status tersangka Setya Novanto.
Baca juga: Soal Imunitas Setya Novanto, Mahfud MD: Itu Orang Main Sirkus
Agus menjelaskan surat permohonan pencekalan itu diterbitkan dalam status Setya Novanto sebagai saksi. "Jadi kalau diperpanjang kan wajar saja," kata dia.
Pembuatan surat pencekalan, kata Agus, bisa berdasarkan persetujuan pimpinan KPK lainnya baik tulisan dan lisan. Agus mencontohkan, persetujuan bisa dilakukan tanpa harus melalui formalitas ketika pimpinan yang lain ada yang sedang bertugas ke luar kota.
"Waktu itu kalau tidak salah ada dua orang di luar kota dan yang di Jakarta memberikan persetujuan. Jadi tanda tangan Pak Saut itu bukan surat palsu," tegas Agus.
Baca juga: Tersangka Lagi, Setya Novanto Laporkan Pimpinan KPK ke Polisi
Agus mengapresiasi sikap tegas Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang meminta Bareskrim untuk tidak melanjutkan laporan Setya Novanto tentang dugaan pembuatan surat palsu bila tidak ditemukan bukti yang kuat.
Setya Novanto mengajukan gugatan ke PTUN untuk membatalkan dan menyatakan tidak sahnya Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor IMI.5.GR.02-05.2.0656, tanggal 2 Oktober 2017, mengenai pencegahan ke luar negeri dan penarikan sementara paspor RI atas nama dirinya. Selain itu, Setya Novanto meminta PTUN memerintahkan tergugat mencabut surat tersebut. Terakhir, PTUN diharuskan membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.