TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) Bedjo Untung melakukan pengaduan dengan bukti baru kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dengan peristiwa pembantaian massal 1965.
"Kami ingin melaporkan sekaligus bersilaturahmi dengan Komnas HAM yang baru dan ingin korban 1965 dan Komnas HAM tetap menjalin kerja sama serta bersinergi tentang tugas pokok masing-masing," kata Bedjo di kantor Komnas HAM, Rabu, 15 November 2017.
Baca: Komnas HAM Akan Lanjutkan Penyelidikan Peristiwa 1965
Bedjo melaporkan bukti baru berupa penemuan kuburan massal di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. Penemuan itu, kata dia, akan dijadikan bukti baru kasus pembantaian 1965.
Menurut dia, penemuan kuburan massal ini sudah menjadi bukti yang akurat tentang terjadinya genosida 1965. Jadi dia dan YPKP 65 merasa perlu membuktikan adanya pembunuhan massal di Indonesia pada 1965-1969.
Para korban 1965 yang hadir menganggap Komnas HAM benteng keadilan dan perlindungan bagi masyarakat. "Jadi, kalau itu (kuburan massal) sudah ditemukan, berarti di Indonesia memang ada kejahatan kemanusiaan dan itu dipertanggungjawabkan, karena fitnah ini menjadi tidak adil bagi kami," ujar Bedjo.
Simak: Datangi Komnas HAM, Bedjo Untung YPKP 65 Laporkan Dokumen AS
Ditambah lagi, kata dia, adanya dokumen yang beberapa minggu lalu beredar mengenai komunikasi telegram dari Amerika. Dokumen itu menyebutkan ada suatu rekayasa yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia untuk menjatuhkan Presiden Sukarno dan membantai Partai Komunis Indonesia.
"Pertama, dikatakan dalam percakapan telegram antara Duta Besar Indonesia dan Kementerian Luar Negeri di Amerika, TNI akan menggulingkan Bung Karno tanpa pemberitahuan dan sesudah itu akan menghancurkan PKI. Jadi PKI itu akan dihancurkan TNI Angkatan Darat," tuturnya.
MOH. KHORY ALFARIZI