TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis, Eggy Sudjana, menyebut bakal ada gerakan besar jika majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung memutus bersalah terdakwa ujaran kebencian, Buni Yani. "Kalau itu terjadi, maka ada dua persoalan serius. Ini berpengaruh yg serius ke depan, gerakan eskalasi semakin besar dan mencari keadilan sendirinya," kata Eggi di Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis, 9 November 2017.
Eggi menuturkan persoalan serius itu, di antaranya, hakim memutus tidak berdasarkan ilmu pengetahuan hukum yang benar dan ada tekanan atau pengaruh terhadap hakim. Namun, jika Buni Yani dinyatakan bebas, Eggi menganggapnya sebagai anugerah Tuhan. Sebab, ia merasa kecewa bahwa Komisi Yudisial tidak bisa memenuhi keinginannya agar Buni dibebaskan.
Baca: Menjelang Putusan Sidang, Buni Yani Temui Fadli Zon
Eggi dan sejumlah aliansi masyarakat melakukan audiensi dengan komisioner Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus. Ia mendesak Komisi Yudisial untuk mengingatkan majelis hakim yang menangani perkara Buni Yani untuk menggunakan kewenangan ultrapetitum. Sebab, kewenangan itu bisa digunakan majelis hakim untuk memutus Buni Yani tak bersalah.
Setelah melakukan audiensi, Eggi mengaku kecewa dengan hasilnya. Ia merasa bahwa lembaga tersebut belum memenuhi harapan keadilan rakyat. "Fungsi hadirnya KY tidak terasa dalam proses penegakan hukum," ujarnya.
Simak: Dituntut 2 Tahun, Jaksa Menilai Buni Yani Tak Sopan Selama Sidang
Ketua Golongan Putih Indonesia, Doli Yatim, mengaku akan melakukan aksi jika Buni Yani divonis bersalah. Sebab, sejak persidangan Buni Yani dilakukan, Doli melihat sejumlah keganjilan dari aparat hukum. Salah satunya adalah lokasi persidangan yang ditempatkan di Bandung, Jawa Barat.
Menurut Doli, lokasi sidang yang jauh dari Ibu Kota membuat pendukung Buni Yani kesulitan mendatangi setiap agenda sidang. Apalagi hadirin yang melihat persidangan kebanyakan adalah pendukung pelapor. "Nah ini secara batin, psikis, mempengaruhi hakim. Tetap kami akan jalankan aksi itu," kata Doli.