TEMPO.CO, Bandung - Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Depok menilai terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian, Buni Yani, berlaku tidak sopan selama proses persidangan di Pengadilan Negeri Bandung. Poin tersebut dijadikan salah satu alasan yang memberatkan Buni Yani saat dituntut dua tahun bui.
"Terdakwa tidak berlaku sopan selama persidangan. Terdakwa juga tidak mengakui perbuatannya," ujar ketua tim jaksa, Andi M. Taufik, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa, 3 Oktober 2017.
Baca: Dicecar Jaksa Soal Sumber Video Ahok, Begini Reaksi Buni Yani
Buni Yani dituntut dua tahun penjara. Dia dinilai bersalah karena mengunggah potongan video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang diubah sebelumnya. Buni dituntut melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Jaksa pun menganggap perbuatan Buni, yang mengunggah potongan video pidato Ahok itu, bertolak belakang dengan profesinya sebagai dosen. Andi menuding Buni tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Baca: Ahmad Dhani Jadi Saksi Meringankan di Sidang Buni Yani
"Terdakwa adalah seorang dosen atau tenaga pendidik, tapi tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat," katanya.
Selain itu, unsur lain yang memberatkan Buni ialah menghilangkan kata "pakai" dalam pidato Ahok. Jaksa pun menilai perbuatan Buni itu mengakibatkan terjadinya perpecahan antarmasyarakat.
"Dengan menghilangkan kata 'pakai' dalam kalimat yang digunakan Ahok, maka terdakwa telah menempatkan Surat Al-Maidah ayat 51, yang merupakan bagian dari kitab suci umat Islam, menjadikan surat tersebut sebagai sumber kebohongan," ucapnya.
Adapun hal yang dianggap dapat meringankan adalah Buni belum pernah dihukum.
Sebelumnya, Buni Yani didakwa telah melakukan ujaran kebencian dan mengedit atau mengubah isi video pidato Basuki. Dia pun dijerat dengan Pasal 32 ayat 1 dan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE. Namun, saat tuntutan, jaksa memilih mengedepankan Pasal 32 ayat 1.
Perkara ini bermula saat Buni Yani mengunggah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, di laman Facebook miliknya. Tak hanya mengunggah, Buni pun membubuhi keterangan transkrip video pidato tersebut, yang dinilai tidak sesuai dengan transkip asli. Buni menghilangkan kata "pakai" saat Ahok menyinggung surat Al-Maidah.