TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fajar Riza Ul Haq mengomentari masuknya Rizieq Syihab sebagai salah satu ulama panutan merujuk survei oleh Alvara Research Center.
"Tampilnya Rizieq sebagai salah satu tokoh panutan di kalangan kelas menengah Muslim merefleksikan corak keberagamaan yang berpengaruh hari ini yang didominasi konservatisme dan eksklusivisme," kata Fajar di Jakarta, Senin 23 Oktober 2017.
Komentar Fajar itu dikatakannya saat menjadi penanggap paparan riset bertema "Sikap dan Pandangan Kelas Menengah (PNS, Pegawai BUMN dan Profesional) tentang Radikalisasi Agama, Khilafah, Jihad dan Negara Islam di Indonesia".
BACA:Survei Ini Sebut Rizieq Syihab Jadi Ulama Panutan Kelas Menengah
Hasil penelitian Alvara Research Center terhadap sejumlah sampel menunjukkan tiga ulama panutan responden Muslim di antaranya Mama Dedeh dengan prosentase 25,3 persen dan KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym (23,4 persen) dan Rizieq (13,9 persen).
Baca juga:
Menurut CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan Rizieq terbantu popularitasnya karena kerap muncul ke media konvensional, media daring dan media sosial. Ia mengalahkan ulama lain meski secara keilmuan tergolong sangat bagus.
Infografik: Kasus-Kasus Rizieq Syihab, dari Palu Arit sampai Otak Hansip
Sementara itu, Fajar mengatakan tiga nama yang disebut ulama panutan itu mengalahkan popularitas tokoh dari ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Kendati begitu, Fajar mengatakan hasil survei itu harus menjadi gambaran menyikapi kenyataan bahwa kalangan profesional baik itu dari kalangan PNS, BUMN dan swasta mulai menempatkan Rizieq sebagai sosok yang berpengaruh.
Dia khawatir dengan Rizieq yang menjadi panutan itu dapat menggiring pada pikiran dan perilaku kalangan profesional Muslim menuju konservatisme dan ekslusivisme. Rizieq membawa bendera "NKRI Bersyariah" yang jelas tidak sejalan dengan konsensus nasional yang menyepakati Pancasila.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo dan Lima Perwira TNI yang Ditolak Masuk ke AS
Menurut Fajar, responden survei saat ini merupakan kalangan PNS, BUMN dan swasta yang masih menjabat di tingkatan menengah. Dalam 5-10 tahun ke depan bisa saja mereka merupakan pemimpin-pemimpin di suatu divisi atau pos-pos yang mempengaruhi kebijakan publik.
"Mereka kelas menengah yang 5-10 tahun lagi mereka bisa menjadi 'top leader' di bisnis, BUMN dan jabatan publik. Artinya mereka akan menjadi kunci yang menelurkan kebijakan bepengaruh terhadap masa depan bangsa. Temuan tidak bisa dianggap remeh maka harus bisa menjadi salah satu alarm kita dalam kontestasi di tengah masyarakat. Itu bisa berujung pada implikasi politik yang mempengaruhi konsensus kebangsaan kita," kata dia.