TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan, mengkritik pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu. Djohermansyah mengatakan pemanggilan gubernur seharusnya atas izin Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi.
"Aturannya, Kapolda jika ingin memanggil gubernur itu harus atas seizin presiden. Kalau polisi ingin memanggil wali kota dan bupati harus seizin Menteri Dalam Negeri," kata Djohermansyah dalam diskusi daring bertajuk “Terimbas Kerumunan Rizieq” pada Ahad, 22 November 2020.
Hal tersebut, kata Djohermansyah, untuk menjaga martabat dan wibawa kepala daerah. "Karena gubernur itu kan wakil pemerintah pusat. Dia juga ketua Forkompimda dimana Kapolda juga anggotanya," ujar Djohermansyah.
"Juga untuk menghindari stigma masyarakat, kalau dipanggil polisi itu kan bersalah. Pusat harusnya menjaga lah. Mekanismenya itu disurati dulu, kalau 30 hari tidak menjawab baru diperiksa gubernurnya," lanjutnya.
Anies Baswedan dipanggil oleh Polda Metro Jaya untuk dimintai klarifikasi terkait dugaan pelanggaran kerumunan massa di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, pada acara Maulid Nabi dan akad nikah putri Rizieq Shihab pada 14 November 2020.
Anies memenuhi panggilan Polda Metro Jaya, Selasa, 17 November 2020. Proses klarifikasi berlangsung lebih dari 9 jam. Anies Baswedan mengaku mendapat 33 pertanyaan, yang dicatat dalam 23 lembar halaman pemeriksaan. Sejumlah pengamat menilai pemanggilan Anies berlebihan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat menyebut pemanggilan Anies hanya bersifat klarifikasi.
"Kesannya kalau dipanggil polisi itu, dikriminalisasi dan sebagainya. Ini pemahamannya kita samakan dulu, tidak langsung orang diklarifikasi oleh kepolisian kemudian berpotensi menjadi tersangka. Jadi, berlebihannya di mana?" kata Ade di kantornya, Rabu, 18 November 2020.
DEWI NURITA | IMAM HAMDI