TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan santri memadati Lapangan Tugu Proklamasi guna memperingati Hari Santri Nasional 2017. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengatakan pengakuan terhadap kiprah ulama dan santri tidak lepas dari resolusi jihad oleh pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari.
"Tanpa resolusi jihad dan pidato Hadlaratys Syeikh yang menggetarkan ini tidak akan pernah ada peristiwa 10 November di Surabaya," kata Said Aqil di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Ahad, 22 Oktober 2017.
Baca juga: Penjelasan Menpora, Mengapa Perayaan Hari Santri Tak Perlu Mewah
Ia menjelaskan, kiprah santri telah teruji untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada 1983, misalnya, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara. "NKRI sudah final sebagai konsensus nasional," katanya.
Hari ini merupakan tahun ketiga peringatan Hari Santri setelah ditetapkan pada 22 Oktober 2015 melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri. Peringatan ini dinilai sebagai bukti pengakuan negara atas jasa para ulama dan santri dalam memperjuangkan, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.
Sejumlah pejabat negara hadir dalam acara yang disertai kirab budaya ini. Beberapa di antaranya adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Staf Umum Laksamana Madya Didit Hardiyawan, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, dan Kakorbinmas Badan Pemelihara Keamanan Polri Inspektur Jenderal Arkian Lubis.
Baca juga: Hari Santri Nasional, Menteri Agama: Maknanya Kini Luas
Kepala Staf Umum TNI Laksamana Madya Didit Hardiyawan menjadi inspektur upacara. Ia mewakili Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Didit menyatakan peringatan Hari Santri Nasional ini mengandung makna perjuangan para santri dalam menghadapi penjajahan. "Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad itu melawan tentara sekutu. Ini menggambarkan ciri sifat dan ciri khas orang Indonesia," katanya.