TEMPO.CO, Jakarta - Perbedaan pandangan terkait penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) terjadi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu telah mengirim surat untuk meminta KPU menimbang kembali Peraturan KPU yang mengharuskan partai politik mengisi Sipol sebagai syarat wajib menjadi salah satu peserta pemilu 2019.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Arief Budiman enggan memberikan banyak komentar. Meskipun demikian, ia memastikan bahwa antara KPU dengan Bawaslu akan terus melakukan koordinasi terkait hal ini.
Baca: Bawaslu Minta KPU Tak Wajibkan Sipol untuk Peserta Pemilu 2019
"Tanya teman-teman Bawaslu saja. Tapi kami rapat terus," kata Arief ditemui di kantornya pada Selasa, 10 Oktober 2017.
Pada tahapan pendaftaran partai politik peserta pemilu 2012 lalu, ketegangan serupa juga pernah terjadi antara Bawaslu dan KPU. Ketegangan tersebut juga menyangkut persoalan yang sama yakni soal Sipol.
Baca: KPU Ingatkan Peserta Pemilu 2019 untuk Daftar Tepat Waktu
Saat itu ada banyak partai yang mengadu kepada Bawaslu karena dianggap tidak lolos verifikasi administrasi oleh KPU. Partai-partai yang tidak lolos tersebut salah satunya dikarenakan tidak mengisi Sipol sesuai yang sudah diatur dalam Peraturan KPU.
Arief juga mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantisipasi jika nantinya terjadi konflik antara KPU dengan Bawaslu. Khusus soal Sipol, menurut dia, KPU selalu memperhatikan setiap tahapan yang dikerjakan.
"Setiap detil yang kita lakukan dan kerjakan, dokumennya kita simpan dengan baik, menjadi bagian yang kita siapkan kalau terjadi sengketa nanti," kata Arief.
Dia juga memastikan jika nanti ada sengketa hal itu tidak akan membuat tahapan-tahapan pemilu 2019 yang selama ini telah disusun oleh KPU menjadi terhambat. Pada prinsipnya, Arief menegaskan pihaknya akan selalu kooperatif apabila putusan-putusan yang berkaitan dengan langkah KPU dinilai melanggar atau menyimpang.