Kiri ke kanan, mantan Ketua DPD Mohammad Saleh, Wakil Ketua II DPD Damayanti Lubis, Ketua DPD Oesman Sapta Odang dan Wakil Ketua I DPD Nono Sampono menemui wartawan setelah pelantikan pimpinan DPD periode 2017-2019. Jakarta, Selasa, 4 April 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif Veri Junaidi menilai agenda sidang putusan gugatan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap Mahkamah Agung (MA) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal pelantikan Oesman Sapta Odang menjadi momen penting untuk mengembalikan marwah MA.
Veri menuturkan hakim di PTUN yang memutus perkara gugatan DPD tersebut harus bersikap berani dan independen. “Jangan sampai karena menyelesaikan kasus atasannya, hakim merasa canggung,” katanya di Jakarta, Selasa, 6 Juni 2017.
Pelantikan Oesman alias OSO menjadi seteru di tubuh DPD karena dinilai cacat hukum. Mantan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas menggugat pemanduan sumpah oleh Wakil Ketua MA Suwardi terhadap Oesman pada Selasa, 4 April 2017. Tindakan pemanduan sumpah itu, kata dia, bertentangan dengan putusan MA Nomor 20P/HUM/2017, yang sudah menentukan masa jabatan DPD selama lima tahun.
Veri menegaskan pelantikan OSO tidak sah secara hukum lantaran mengangkangi putusan MA. Selain itu, pelantikan pimpinan DPD dilakukan Ketua MA sebagai hak prerogatif yang melekat. Pada sidang putusan nanti, ia meminta hakim bertindak independen dengan melihat bahwa kepemimpinan OSO ilegal.
Saat ini, OSO menjabat dalam dua lembaga, yaitu Ketua DPD dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Jabatan ganda tersebut juga dinilai bertentangan dengan peraturan.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, meminta Ketua MPR Zulkifli Hasan mengambil sikap atas kepemimpinan OSO. Ia menilai jabatan ganda OSO berpotensi memunculkan korupsi.
Hifdzil menyebutkan ada cara-cara premanisme untuk mengambil alih jabatan pimpinan DPD yang sah menjadi kepemimpinan baru. Karena itu, Zulkifli dinilai mesti bersuara tanpa harus memecat OSO. “Tidak bisa dua lembaga dipimpin oleh satu orang,” ucapnya.