Suasana sidang e-ktp di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 9 Maret 2017. TEMPO/Maria Fransisca
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim tindak pidana korupsi mencecar mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Olly Dandokambey, soal keterlibatannya dalam dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Ketua majelis hakim, John Halasan Butar Butar, menanyakan soal dugaan aliran dana US$ 1,2 juta ke Olly.
Politikus PDI Perjuangan itu pun membantah adanya aliran dana tersebut. Ia pun membiarkan semua tudingan tersebut dalam persidangan, termasuk menghadirkan pihak yang mengklaim aliran duit tersebut. “Itu tidak benar,” kata Olly di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis, 27 April 2017.
Saat menjadi saksi kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 2,9 triliun tersebut, Olly berkali-kali menegaskan tidak terlibat dalam pembahasan. Bahkan, ketika di penghujung sidang, John menyebutkan adanya sejumlah uang yang dijadikan bancakan anggota dewan.
Olly mengaku tak mengetahui kabar tersebut. Ia menilai informasi dibuka ketika M. Nazaruddin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2011. Menurut Olly, kesaksian bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu janggal lantaran tender proyek belum dibuka. “Saya tidak terlalu menanggapi serius,” ujarnya.
Olly juga menyebutkan tak memahami pembahasan belanja pemerintah pusat lantaran posisinya di Badan Anggaran. Ia mengaku mendapatkan porsi mengurus asumsi makro dan transfer dana daerah. “Saya banyak rapat di daerah jadi memang tidak mengikuti proses itu secara keseluruhan,” ucapnya saat ditanya hakim soal proses di Banggar.
Sebelumnya, nama Olly muncul dalam dakwaan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Olly diduga menerima dana US$1,2 juta dalam pembahasan anggaran proyek di DPR. Ia diduga menerima uang dari Direktur Cahaya Wiajaya Kusuma Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Di depan hakim, ia mengaku kaget mendengar isi dakwaan yang menyebutkan adanya aliran duit ke dirinya. “Tadinya mau saya gugat ke polisi, tapi saya kira hanya bikin senang orang. Lebih baik di pengadilan,” tuturnya.