Kapolda Jawa Tengah: Konflik Intoleransi Agama Paling Rentan
Editor
Dian Andryanto
Rabu, 8 Maret 2017 07:48 WIB
TEMPO.CO, Banyumas - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Condro Kirono menyebutkan, di Jawa Tengah, konflik perebutan sumber daya alam (SDA) serta intoleransi agama rentan dan marak terjadi. "Itu hasil mapping yang sudah kita lakukan. Kami juga mereduksi dengan penguatan di kalangan ormas (organisasi kemasyarakatan) yang kami nilai merah, putih, dan toleran,” kata dia kepada Tempo setelah memberi kuliah umum tentang kebinekaan di Gedung Soemardjito, Universitas Jenderal Soedirman, Selasa, 7 Maret 2017.
Maraknya konflik di Jawa Tengah, menurut Condro, disebabkan iklim demokrasi yang cenderung liberal. Akibatnya, organisasi nonpemerintah semakin menguat. Termasuk yang dia nilai memiliki afiliasi dengan negara di luar negeri.
Baca juga:
Polda Jawa Tengah Tangkap Lima Orang Pelaku ...
Polda Jawa Tengah Masih Buru 63 Pelaku Sweeping di Restoran
Selain itu, kata dia, pers semakin bebas dengan beragam kepentingan. Hal itu semakin diperparah dengan perkembangan media sosial yang kerap digunakan untuk menyebarkan berita palsu atau hoax. Misalnya, dia menceritakan, setelah ulama NU, KH Maimun Zubair, memberikan pengajian di markas Kepolisian Daerah Jawa Tengah, tersebar berita yang seakan-akan KH Maimun mengimbau agar tidak memilih salah satu pasangan di pilkada Jakarta. "Tolong media mainstream men-counter berita hoax," ujarnya.
Tidak adanya musuh bersama, kata Condro, juga memantik konflik. Dia mencontohkan penjajahan oleh Belanda selama 350 tahun membuat persatuan solid. Ini sejalan dengan semangat Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1908 dan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Baca pula:
eLSA: Kasus Intoleransi Bermunculan di Semarang
Kasus Intoleransi di Jawa Tengah Naik, Motifnya Berulang
Dalam konteks saat ini, ujar Condro, musuh bersama yang dimaksud adalah melawan kemiskinan yang dianggap sebagai akar utama konflik. Demi menyukseskan itu diperlukan pemimpin yang mampu diterima semua golongan. Sedangkan pedoman yang digunakan adalah menjunjung nilai-nilai dalam Pancasila. "Saya juga tidak menampik meski kemudian ada pihak-pihak yang merasa tidak terakomodasi kepentingannya. Makanya terjadi pemberontakan G30S, NII, dan lain-lain ketika itu," kata dia.
Rektor Universitas Jenderal Soedirman Achmad Iqbal menyikapi maraknya berita hoax yang menyulut konflik berakibat terhadap pesan-pesan berbau kebencian yang menolak pandangan berbeda. Untuk mengantisipasi hal itu diperlukan sikap arif dan bijaksana dalam menerima informasi. "Mereka akan senang dan tertawa kalau NKRI bubar dan runtuh. Hasil proklamasi sesungguhnya terdapat mandat untuk menjaga kebinekaan," ujarnya.
BETHRIQ KINDY ARRAZY
Simak: Pengamat Harapkan KPK Punya Nyali Bongkar Habis Kasus E-KTP