Ketua Umum Partai Islam Damai dan Aman (Idaman) Rhoma Irama (kiri) bersama jajaran pengurus DPP Partai Idaman memberikan keterangan pers di Kantor DPP Partai Idaman, Jakarta, 9 Oktober 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu menggelar rapat dengar pendapat dengan empat partai baru. Salah satu permasalahan yang muncul adalah persyaratan ambang batas pencalonan presiden (presidentialthreshold).
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie menyatakan partainya mendorong presidentialtreshold nol persen atau ditiadakan. Menurut mantan presenter televisi itu, tidak relevan kalau menggunakan hasil Pemilu 2014 untuk pencalonan presiden dalam Pemilu 2019.
"Kami memang mendorong agar 0 persen karena sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UUD 1945, semua capres atau cawapres diajukan partai politik atau gabungan partai politik," kata Grace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 8 Februari 2017.
Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma Irama, mengatakan ambang batas pencalonan presiden tidak mungkin diadakan. Hal itu berbeda dengan pemberlakuan ambang batas untuk parlemen. "Dengan pemilu serentak ini, dari mana mau mengambil threshold 20 persen," kata dia.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia Raya Ahmad Rofiq menyatakan partainya juga tak setuju terhadap adanya ambang batas presidensial. Namun ia menyetujui adanya ambang batas parlementer. "Pada prinsipnya kami setuju pemberlakuan aturan parliamentarythreshold," kata dia.
Ketua Umum Partai Berkarya Neneng A. Tutty berharap ambang batas parlemen dan presiden ditiadakan. "Sehingga pemilu serentak bisa diikuti semua partai, baik yang sudah punya kursi di parlemen maupun belum," kata dia.