Terdakwa dugaan kasus penistaan agama yang juga Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya saat menjalani sidang ke-9 yang beragenda mendengarkan keterangan saksi, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, 7 Februari 2017. Foto: Grandyos Zafna/Pool
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengingatkan bahwa dalam persidangan dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, berbagai pihak harus memahami azas persamaan di depan hukum (equality before the law).
Hal tersebut, kata Hasto, juga berlaku untuk saksi yang dihadirkan di dalam persidangan. Artinya, apa pun latar belakang saksi maka hal itu dikesampingkan ketika mereka hadir di persidangan. Ia menyampaikan hal itu menyikapi adanya reaksi yang berlebihan atas adanya pertanyaan penasehat hukum dan terdakwa kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ma'ruf Amin.
"Dalam persidangan yang dinilai adalah keterangan, bukan latar belakang. Siapa pun orangnya, ketika di peradilan maka kedudukannya sama sesuai dengan status dalam hukum acara", ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 8 Februari 2017.
Di dalam persidangan, Hasto menilai semua pihak berhak ‘ngotot’ membela kepentingannya masing-masing. Sebab, dia melanjutkan, baik jaksa ataupun pengacara secara hukum memiliki tujuan yang berseberangan. Meski begitu, dia menilai hal tersebut wajar.
Hasto menuturkan, pihaknya mendapatkan desakan dari beberapa pihak agar LPSK melindungi sejumlah saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan kasus Ahok ini. Lembaganya pun, kata dia, akan memberikan perlindungan jika ada ancaman dan saksi memberikan kesaksian disertai itikad baik sesuai yang disyaratkan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Itikad baik harus menjadi dasar bagi semua orang yang menjadi pelapor maupun saksi jika memang benar-benar ingin tercapai peradilan yang sehat,” kata Hasto.