TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan dan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, menyatakan, Presiden Joko Widodo perlu bertanggung jawab dan meminta maaf kepada korban tragedi kemanusiaan dalam peristiwa 1965. Hal ini disampaikan sekaligus menampik pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan soal pemerintah tak akan minta maaf.
"Jokowi harus menyelesaikan beban masa lalu ini," kata Asvi dalam acara Simposium Peristiwa 1965-1966 di Hotel Aryaduta, Senin, 18 April 2016.
Menurut Asvi, Jokowi harus melakukan rekonsiliasi dan rehabilitasi kepada seluruh korban. Pasalnya, di tengah ketidakpastian sejarah setelah 30 September 1965, ada beberapa fakta yang sangat jelas terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
Salah satunya adalah penahanan sekitar 10 ribu orang di Pulau Buru pada periode 1969-1979. Jaksa Agung saat itu, Sugih Arto, dan seluruh pelaksana lapangan penjara terbukti menahan sejumlah orang yang bahkan tak ada kaitannya dengan gerakan 30 September.
Pemerintah ketika itu, menurut Asvi, juga mengeluarkan sejumlah kebijakan diskriminatif, seperti aturan pencantuman identitas eks tahanan politik di kartu tanda penduduk, pelarangan masuk pemerintahan, dan pencabutan kewarganegaraan. "Ini pelanggaran jelas yang bisa dituntut ke pengadilan HAM ad hoc," kata Asvi.
Menkopolhukam Luhut Panjaitan dalam pembukaan acara simposium kembali menyatakan keengganan pemerintah meminta maaf atas pelanggaran HAM berat masa lalu. Alibinya, pemerintah tak memiliki kepastian soal fakta sejarah dan korban pelanggaran HAM dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Pemerintah mengklaim lebih memilih berfokus pada proses rekonsiliasi nonyudisial sebagai penyelesaian. Soal bentuk, pemerintah menunggu hasil kesimpulan simposium.
"Proses ini tak mudah, tapi pemerintah sadar masalah HAM masa lalu harus dituntaskan," kata Luhut.
Pemerintah menggandeng masyarakat melalui Forum Silaturahmi Anak Bangsa menggelar Simposium yang menghadirkan sejumlah tokoh, saksi, dan keluarga korban Peristiwa 1965-1966. Inti sari simposium bakal jadi bahan perumusan rekomendasi yang bakal diserahkan kepada pemerintah sebelum Mei mendatang.