TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September atau G30S 1965 menjadi salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia. Tragedi tersebut telah menewaskan ribuan hingga ratusan ribu orang. Jumlah korban Gerakan 30 September pun simpang siur, beberapa menyebut ribuan, tetapi menurut data dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 atau YPKP 1965/1966, menyebut total korban pasca-peristiwa G30S 1965 mencapai jutaan.
Selain simpang siurnya jumlah korban, terdapat keburaman dalam aspek sejarah, keburaman tersebut diwakili dengan munculnya tiga versi sejarah berbeda yang mengungkap mengenai tragedi G30S. Seperti dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa versi sejarah mengenai peristiwa G30S 1965.
PKI Sebagai Pemberontak
PKI sebagai dalang utama Gerakan 30 September merupakan narasi resmi sekaligus sikap resmi pertama yang digagas oleh Pemerintah Orde Baru. Narasi yang disusun oleh Nugroho Notosusanto dan Ismael Saleh tersebut tertuang secara resmi dalam buku yang bertajuk Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI di Indonesia.
Puncak Konflik Angkatan Darat
Narasi tersebut muncul dari dua ilmuwan politik yang berasal dari Cornell University, yakni Ben Anderson dan Ruth McVey. Narasi yang tertuang dalam buku berjudul A Preliminary Analysis of the October 1 1965, Coup in Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Cornell Paper tersebut memaparkan bahwa militer di Indonesia pada dasarnya telah terbagi menjadi dua kubu, yakni pro dan kontra Soekarno, peristiwa Gerakan 30 September dipandang sebagai upaya penyingkiran perwira militer yang pro dengan Soekarno.
Keterlibatan Intelijen Asing
Selain narasi PKI sebagai dalang utama dan konflik angkatan darat, terdapat narasi lain yang menyebut bahwa terdapat kekuatan asing yang secara aktif berperan dalam Gerakan 30 September. Narasi tersebut tertuang dalam buku berjudul Indonesia 1965: The Role of the US Embassy, yang ditulis oleh David T. Johnson.
Dalam buku tersebut, memaparkan beberapa cara untuk mencegah Soekarno agar tidak jatuh ke kubu komunis. Pilihan cara tersebut, antara lain membiarkan saja, membujuknya untuk berpihak kepada Blok Barat, dan menyingkirkan Bung Karno.
Bagaimana Sikap Pemerintah?
Dalam menyikapi peristiwa G30S, pemerintah secara resmi mengeluarkan sikap pertamanya melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XXV/MPRS/1965. Lebih lanjut, dalam peraturan tersebut secara mendetail melarang mengenai ajaran Komunisme atau Marxisme, regulasi tersebut sekaligus melarang eksistensi PKI dan sayap-sayap organisasinya.
Meskipun secara tegas melarang mengenai lahirnya organisasi yang secara terang-terangan menganut ideologi Komunisme atau Marxisme, tetapi dalam pelaksanaannya, korban yang terdampak pada peristiwa G30S secara lantang melakukan penuntutan mengenai kejelasan orang yang dibunuh tanpa peradilan pada peristiwa G30S.
Sebagai bentuk penyikapan atas tuntutan tersebut, seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, pemerintah berupaya menyelesaikan kasus HAM tersebut melalui jalur rekonsiliasi. Namun demikian, Wiranto yang pernah menjabat sebagai Menkopolhukam pada 2017 menyebut bahwa upaya penyelesaian kasus HAM tersebut sudah tidak mungkin melalui cara-cara yuridis.
Namun, pada periode Mahfud MD sebagai Menkopolhukam, pada Selasa 22 Agustus 2023, ia melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara Eropa untuk menemui para eksil 65. Dalam kunjungannya tersebut, Mahfud MD menyatakan mereka telah mendapatkan pengakuan dari negara dan hak mereka sebagai korban akan dipenuhi.
Mahfud menegaskan lawatannya itu bukan untuk menjemput para eksil pulang ke Indonesia. "Itu bukan untuk menjemput. Untuk memberitahu tentang hak-hak korban pelanggaran HAM berat karena itu hak konstitusional," kata dia.
Mahfud Md dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengunjungi Ceko untuk memberikan peluang repatriasi bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Para korban itu, khususnya eks Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) diberi kemudahan melalui prioritas layanan visa, izin tinggal, dan izin masuk kembali secara gratis.
RENO EZA MAHENDRA I WINDA OKTAVIA I BANGKIT ADHI WIGUNA
Pilihan Editor: Mahfud MD akan ke Ceko Praha dan Amsterdam Menemui Para Eksil 1965, Begini Arti Eksil