Laksamana Sukardi Akui Banyak Titipan ke BUMN  

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Selasa, 13 November 2012 15:34 WIB

Mantan mentri BUMN, Laksamana Sukardi, usai dimintai keterangan di KPK, Jakarta, Senin (10/5). TEMPO/Dwi Narwoko

TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi mengakui banyak permintaan dan titipan dari Dewan Perwakilan Rakyat saat ia memimpin Kementerian Badan Usaha Milik Negara pada 2001-2004. Namun, ia tidak pernah diperas anggota DPR.

"Permintaan banyak. Seperti permintaan mengangkat direksi atau supplier," kata Sukardi usai diperiksa sebagai saksi korupsi proyek pengadaan Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi PT PLN di Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, 13 November 2012.

Meski begitu ia tak menyebut identitas anggota DPR yang menitipkan sejumlah orang tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa permintaan tidak hanya datang dari legislatif tapi juga eksekutif. "Teman-teman eksekutif kadang-kadang bilang tolong dong ini ada supplier. Motivasi mereka dagang," ucapnya.

Laksamana menganggap permintaan itu wajar bila masuk ke instansinya, tergantung pejabat menyikapinya. "Apakah memenuhi permintaan itu atau tidak," ucapnya. "Katakan saja kepada mereka, oke, terima kasih, namun kami akan melaksanakan sesuai dengan prosedur. Kalau tidak memenuhi syarat tidak usah digubris."

Mencuatnya pemerasan oleh oknum anggota DPR ini berwal dari langkah Menteri BUMN Dahlan Iskan. Kepada Badan Kehormatan DPR, Dahlan melaporkan dua anggota DPR yang diduga memeras anak usahanya. Mereka adalah anggota Komisi BUMN, Idris Laena dari Fraksi Golkar, dan anggota Komisi Keuangan DPR, Sumaryoto dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Idris terindikasi terkait dengan upaya pemerasan terhadap PT Garam Persero, perusahaan di perdagangan garam. Idris disebut-sebut meminta komisi 5 persen dari total penyertaan modal negara di perusahaan ini. BUMN lain yang diduga ingin diajak kongkalikong oleh Idris adalah PT PAL. Sedangkan Sumaryoto dikatakan berkongkalikong dengan Merpati Airlines. Namun, Idris dan Sumaryoto sudah membantah tudingan itu.

Menurut Sukardi, munculnya permintaan ke BUMN tidak hanya diawali dari keinginan DPR maupun pemerintah saja. Akan tetapi, terdapat pula iming-iming dari badan usaha sendiri kepada eksekutif maupun legislatif. "Saya tidak tahu mereka ingin dapat apa. Mungkin ingin dapat promosi jadi direktur utama," ucapnya.

Iming-imingi direksi BUMN itu, kata dia, berupa sumbangan kepada partai politik tertentu.
Tujuannya, selain mendapatkan posisi, ada juga bisa dipromosikan dan ikut uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Partai politik juga digunakan untuk mendesak menteri menaikkan jabatannya. "Persoalan ini kompleks. Itu terjadi sekarang."

Ia pun menyarankan kepada Dahlan untuk mewaspadai anak buahnya yang ikut menawarkan jasa-jasa tertentu ke sejumlah pihak. "Ini menunjukkan bahwa pemerasan ataupun kolusi itu tidak hanya dari satu tangan," kata dia. "Yang penting, instruksikan direksi BUMN jangan neko-neko. Kalau salah jalur tanggung jawab sendiri."

TRI SUHARMAN

Berita Terkait

Hidayat Tantang Dipo Sebut Nama 3x24 Jam

Renovasi Ruang Kerja Anggota Dewan Rp 6,2 Miliar

Perbaikan Pagar DPR pun Perlu Rp 1 Miliar

Lapor ke DPR, Dahlan Tak Bawa Bukti Kuat

Ke DPR, Dahlan Bilang Ada yang Terjepit




Berita terkait

Emirsyah Satar Mengaku Tiga Kali Tolak Tawaran Jadi Dirut Garuda Indonesia

14 Juni 2024

Emirsyah Satar Mengaku Tiga Kali Tolak Tawaran Jadi Dirut Garuda Indonesia

Emirsyah Satar mengaku diminta menjadi Dirut Garuda Indonesia karena keuangan maskapai tersebut pada 2003 kritis

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Minta PLN Terus Kembangkan Smart Meter

13 Juni 2020

Erick Thohir Minta PLN Terus Kembangkan Smart Meter

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara buka suara mengenai polemik lonjakan tagihan listrik yang dialami oleh sejumlah pelanggan PT PLN (Persero)

Baca Selengkapnya

Kasus Mafia Anggaran, KPK Panggil Lagi Anggota DPR Agung Rai

2 Oktober 2019

Kasus Mafia Anggaran, KPK Panggil Lagi Anggota DPR Agung Rai

Anggota Fraksi PDIP DPR itu akan diperiksa sebagai saksi untuk politikus PAN, Sukiman, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Selengkapnya

KPK Telusuri Peran Romahurmuziy dalam Kasus Mafia Anggaran

21 Juni 2019

KPK Telusuri Peran Romahurmuziy dalam Kasus Mafia Anggaran

Romahurmuziy pernah diperiksa dalam kasus ini pada Agustus 2018. Dia mengaku tidak tahu urusan tersebut.

Baca Selengkapnya

Kasus Mafia Anggaran, Amin Santono Divonis 8 Tahun Penjara

4 Februari 2019

Kasus Mafia Anggaran, Amin Santono Divonis 8 Tahun Penjara

Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono divonis 8 tahun penjara dalam perkara suap dana perimbangan daerah.

Baca Selengkapnya

Perantara Suap Amin Santono Divonis 4 Tahun Penjara

4 Februari 2019

Perantara Suap Amin Santono Divonis 4 Tahun Penjara

Konsultan, Eka Kamaluddin yang didakwa menjadi perantara suap untuk Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono divonis 4 tahun penjara.

Baca Selengkapnya

Amin Santono Khawatir Meninggal di Penjara Jika Dihukum 10 Tahun

28 Januari 2019

Amin Santono Khawatir Meninggal di Penjara Jika Dihukum 10 Tahun

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut mantan anggota Fraksi Demokrat DPR Amin Santono 10 tahun penjara.

Baca Selengkapnya

Amin Santono Dituntut 10 Tahun Penjara dalam Kasus Mafia Anggaran

22 Januari 2019

Amin Santono Dituntut 10 Tahun Penjara dalam Kasus Mafia Anggaran

Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Amin Santono yaitu pencabutan hak politik selama 5 tahun.

Baca Selengkapnya

Kasus Mafia Anggaran, Yaya Purnomo Dituntut 9 Tahun Penjara

22 Januari 2019

Kasus Mafia Anggaran, Yaya Purnomo Dituntut 9 Tahun Penjara

Pegawai Kemenkeu Yaya Purnomo dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa KPK dalam perkara suap dan gratifikasi terkait pengurusan anggaran untuk daerah.

Baca Selengkapnya

Eks Menteri BUMN Laksamana Sukardi Dicecar soal Skandal BLBI

26 Juli 2017

Eks Menteri BUMN Laksamana Sukardi Dicecar soal Skandal BLBI

Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka kasus BLBI Syafruddin Arsyad Tumenggung.

Baca Selengkapnya