TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sukardi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT).
"Saya jadi saksi pemeriksaan mengenai SAT. Saya kira pada masalah BLBI, SKL," kata Sukardi setelah melalui pemeriksaan di Gedung KPK, Rabu, 26 Juli 2017.
Sukardi mengatakan pemeriksaan hari ini banyak membahas soal pokok perkara terjadinya skandal BLBI. Menurut dia, skandal ini terjadi saat Indonesia mengalami krisis ekonomi dan peradilan masih kacau.
Baca: Kasus BLBI, KPK Akan Panggil Ulang Sjamsul Nursalim
"Jadi secara politis diputuskan out of consettlement makannya dibuat MSAA," kata Sukardi. Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA) adalah perjanjian pengembalian BLBI dengan jaminan aset. MSAA diambil lantaran pemerintah juga mengharapkan penyelesaian BLBI cepat karena perekonomian dan kondisi keuangan Indonesia sedang parah.
Selanjutnya, kata Sukardi, pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, terbit Undang-Undang Propenas agar MSAA konsisten dilaksanakan. Kemudian juga ada TAP MPR yang menugaskan Presiden untuk konsisten melaksanakan MSAA.
"Karena kalau tidak konsisten, tidak ada kepastian hukum dan tidak ada penjualan-penjualan aset di BPPN dan ekonomi berantakan," kata Sukardi. "BLBI 400 triliun, tapi yang diserahkan ke BPPN hanya 144 triliun yang pada bank swasta."
Simak: Kasus BLBI, Eks Menteri BUMN Laksamana Sukardi Ditanya Soal MSAA
Sukardi mengatakan saat masa orde baru, banyak perjanjian kontrak bodong yang ditandatangani obligor. Saat dibawa ke peradilan, para obligor itu banyak yang menang. Oleh karena itu, bagi obligor yang telah memenuhi MSAA harus segera diberi kepastian hukum.
Saat ini, sebanyak 21 bank mendapatkan SKL karena dianggap sudah melunasi utangnya. Namun KPK menemukan ada satu obligor yang mendapat SKL walaupun belum melunasi utangnya.
KPK pun menetapkan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional 2002 Syafruddin Tumenggung sebagai tersangka kasus BLBI. Ia diduga menerbitkan SKL ke Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Padahal hasil restrukturisasi menyebut baru Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada Sjamsul Nursalim, pemegang saham pengendali BDNI, dari total utang sebesar Rp 4,8 triliun.
MAYA AYU PUSPITASARI