22 Partai Politik Gugat UU Pemilu  

Reporter

Editor

Kamis, 19 April 2012 17:29 WIB

Kuasa Hukum Yusril Ihza Mahendra (tengah) bersama ketua umum 22 partai non parlemen, memberikan keterangan kepada wartawan seusai mendaftarkan uji materi UU Pemilu, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 919/4). Yusril Ihza Mahendra mewakili 22 partai non parlemen menyatakan menolak pengaturan verifikasi parpol dalam UU Pemilu dan mendaftarkan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 8 dan 208 UU Pemilu yang baru disahkan di DPR. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta- Sebanyak 22 partai politik megajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Pemilihan Umum yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Ada dua pasal yang mereka gugat, yaitu pasal 8 tentang Verifikasi partai peserta Pemilu dan pasal 208 tentang ambang batas Parlemen (Parliamentary Threshold) 3,5 persen yang berlaku nasional.

"Kami berkeyakinan kedua pasal tersebut bertentangan dengan Undang undang Dasar dan mohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal tersebut,” kata kuasa hukum, Yusril Ihza Mahendra, di Gedung MK, Kamis, 19 April 2012.

Menurut Yusril, pasal 8 mengenai verfikasi kepesertaan partai politik dalam Pemilu dinilai sangat diskriminatif karena partai yang tidak mempunyai kursi di parlemen harus kembali melewati tahapan verifikasi. Sedangkan partai yang mempunyai kursi di parlemen tidak perlu verifikasi. "Apa bedanya partai yang punya kursi dan tidak di DPR? Ada kesan mau menang sendiri, orang-orang dihalangi untuk ikut Pemilu. Ini tidak fair," katanya.

Sementara untuk pasal 208 mengenai
Parliamentary Threshold dengan angka 3,5 persen, Yusril menilai pembuat UU Pemilu tidak memahami komposisi penduduk Indonesia yang lebih besar berada di Pulau Jawa. Menurutnya, dengan ketentuan ini, partai yang mendapat dua kursi di dewan dapat memenuhi angka 3,5 persen karena mendapatkan suara dari daerah padat penduduk seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Sebaliknya, sebuah partai yang mendapat 30 kursi tapi suaranya dari Provinsi yang penduduknya sedikit, misal Bengkulu, Riau, Bangka Belitung, Maluku Utara, Sulawesi Barat, maka bisa terdepak dari aturan batas ambang 3,5 persen. “Kedaulatan rakyat macam apa yang mau kita laksanakan," kata Yusril.

Selain itu, hal yang tidak diperhitungkan oleh para anggota DPR pembuat UU tersebut, kata Yusril, adalah kemungkinan terjadinya kekosongan kursi di DPRD Kabupaten/Kota karena diterapkannya ambang batas 3,5 persen secara nasional. Yusril mencontohkan di Kabupaten Konawe Utara, di mana DPRD di sana rata-rata setiap partai hanya mempunyai satu kursi.

Penyerahan berkas gugatan seluruh partai gurem itu dilakukan sekitar pukul 14.00 WIB. Selain dihadiri para ketua partai, ratusan pendukung seluruh partai itu juga ikut memadati gedung MK dan jalan Medan Merdeka. 22 partai yang mengajukan uji materi itu diantaranya adalah, PKNU, PBB, partai Patriot, partai Republikan, Partai Karya Peduli Bangsa, PDS, dan PPN.

Menurut Ketua umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Sutiyoso dengan aturan ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen kemungkinan suara hangus menjadi 30 juta orang. "Ini diskriminatif, hanya sembilan partai di Senayan yang tidak perlu diverifikasi,” katanya. Dia yakin Mahkamah Konstitusi akan memberi keadilan

ANGGA SUKMA WIJAYA

Berita terkait

Pertimbangan MK Soal Penetapan Besaran Persentase Ambang Batas Parlemen

1 Maret 2024

Pertimbangan MK Soal Penetapan Besaran Persentase Ambang Batas Parlemen

Menurut MK, ambang batas parlemen berdampak pada konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang terkait dengan proporsionalitas hasil pemilu.

Baca Selengkapnya

Perludem Nilai RUU Pemilu Masih Berpeluang Dibahas

10 Maret 2021

Perludem Nilai RUU Pemilu Masih Berpeluang Dibahas

RUU Pemilu masih berpeluang dibahas DPR dan pemerintah karena masuk dalam daftar panjang Prolegnas kendati tak ada di pembahasan 2021.

Baca Selengkapnya

DPR dan Pemerintah Sepakat Keluarkan RUU Pemilu dari Prolegnas 2021

9 Maret 2021

DPR dan Pemerintah Sepakat Keluarkan RUU Pemilu dari Prolegnas 2021

Delapan fraksi menyatakan setuju RUU Pemilu ditarik dari daftar Prolegnas Prioritas 2021 dan hanya Fraksi Partai Demokrat yang meminta tetap dibahas.

Baca Selengkapnya

Pemerintah dan DPR Sepakat Cabut RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas

9 Maret 2021

Pemerintah dan DPR Sepakat Cabut RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas

Yasonna Laoly menyatakan pemerintah menyepakati pencabutan RUU Pemilu dari daftar Prolegnas Prioritas 2021.

Baca Selengkapnya

Pastikan Tarik RUU Pemilu dari Prolegnas, Baleg DPR: Revisi UU ITE Lihat Nanti

9 Maret 2021

Pastikan Tarik RUU Pemilu dari Prolegnas, Baleg DPR: Revisi UU ITE Lihat Nanti

Willy Aditya memastikan bahwa Komisi II DPR RI telah menarik Rancangan Undang-Undang atau RUU Pemilu dari daftar prolegnas

Baca Selengkapnya

Fraksi PAN Tolak 3 RUU Masuk Prolegnas 2021

9 Maret 2021

Fraksi PAN Tolak 3 RUU Masuk Prolegnas 2021

Penetapan Prolegnas Prioritas 2021 sudah lama mundur karena belum diambil Keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR.

Baca Selengkapnya

Hasil Rapimnas, Golkar Tolak Revisi UU Pemilu

6 Maret 2021

Hasil Rapimnas, Golkar Tolak Revisi UU Pemilu

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan pilihan itu diambil untuk menjaga stabilitas politik.

Baca Selengkapnya

Tolak Revisi UU Pemilu, PAN: Usulan PDIP Belum Tentu Cocok dengan Partai Lain

24 Februari 2021

Tolak Revisi UU Pemilu, PAN: Usulan PDIP Belum Tentu Cocok dengan Partai Lain

PAN menolak revisi UU Pemilu. Menurut PAN, revisi akan menguras energi.

Baca Selengkapnya

PPP Tak Setuju Pembahasan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada Dipisah

23 Februari 2021

PPP Tak Setuju Pembahasan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada Dipisah

PPP mengatakan pembahasan revisi UU Pemilu harus satu paket dengan UU Pilkada.

Baca Selengkapnya

Seperti PDIP, Fraksi PKB Setuju Revisi UU Pemilu Tanpa Normalisasi Pilkada

23 Februari 2021

Seperti PDIP, Fraksi PKB Setuju Revisi UU Pemilu Tanpa Normalisasi Pilkada

Fraksi PKB di DPR menyetujui revisi UU Pemilu. Namun, mereka tak ingin ada normalisasi Pilkada 2022 dan 2023.

Baca Selengkapnya