Wakil Ketua Baleg DPR Usul PIlkades Pakai Partai hingga Berantas Korupsi Cukup Tanpa RUU Perampasan Aset
Reporter
Ananda Ridho Sulistya
Editor
S. Dian Andryanto
Jumat, 1 November 2024 16:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sepekan terakhir, Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, melontarkan pernyataan yang menuai kontroversi. Teranyar, Ahmad Doli mengusulkan agar pencalonan dalam pemilihan kepala desa menggunakan sistem partai politik. Menurut dia pilkades merupakan kegiatan politik yang tanpa disadari juga menggunakan sistem partai.
Partai yang dimaksud Doli bukan merupakan partai politik yang tercatat, melainkan kelompok-kelompok politis yang ada di desa tersebut.
"Padahal pencalonan mereka itu pakai partai, cuma bedanya partai nangka, partai pepaya, partai kambing, tapi pakai partai juga. Artinya mekanisme dan sistem kepartaian itu sudah masuk sebetulnya ke pemilihan kepala desa," kata Doli saat rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.
Sehingga politikus Partai Golkar ini mengusulkan agar pencalonan dalam pilkades pun menggunakan partai yang sudah ada. Menurut dia cara seperti itu bisa menjadi upaya untuk membangun sistem politik hingga ke tingkat yang paling bawah. "Sehingga kritik terhadap partai politik soal identitas politik itu nggak ada lagi, karena sampai bawah keterlibatan masyarakat," kata dia.
Doli berujar akan mengusulkan gagasan tersebut lebih lanjut jika RUU tentang Partai Politik maupun RUU lainnya yang berkaitan dengan Pemilu sudah dibahas di DPR.
Sebelumnya, Ahmad Doli mengatakan bahwa DPR masih melakukan konsolidasi untuk menentukan apakah Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU Perampasan Aset) masuk dalam program legislasi nasional 2025 atau tidak.
Ia mengatakan, DPR dan pemerintah memiliki komitmen untuk memberantas korupsi. Namun, ihwal apakah untuk memberantas korupsi diperlukan pengesahan RUU Perampasan Aset, hal tersebut masih menjadi hal yang dikaji.
"Ya sebetulnya kalau bicara tentang pemberantasan korupsi, tanpa kita membuat UU Perampasan Aset itu sudah cukup," kata Doli di kompleks Parlemen, Selasa, 29 Oktober 2024.
Meskipun begitu, politikus Partai Golkar itu meminta publik untuk tidak prematur dalam menyimpulkan bahwa DPR menolak RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas. Ia mengatakan, DPR masih terus melakukan konsolidasi untuk mencari tahu mana UU yang diperlukan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
"Poin besarnya kalau soal perampasan aset, DPR dan pemerintah berkomitmen memberantas korupsi. Apakah UU yang diperlukan termasuk RUU Perampasan Aset? Ini yang sedang kami kaji," ujar Doli.
Doli juga berpandangan penggunaan diksi "perampasan" dalam RUU Perampasan Aset tidak tepat. Menurut Doli, bila mengacu pada ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), frasa yang dipakai adalah recovery yang bermakna pemulihan.
"Di dalam UNCAC itu, istilah yang digunakan adalah stolen asset recovery, ya. Kalau recovery itu ya pemulihan. Lantas kenapa kita memilih frasa perampasan dibandingkan frasa pemulihan," katanya dalam rapat dengar pendapat umum Baleg dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, Kamis, 31 Oktober 2024.
Ahmad Doli Kurnia menganggap penggunaan kata perampasan tersebut kurang tepat diterapkan di Indonesia. Dia juga mempertanyakan dasar dipilihnya kata perampasan tersebut. "Kalau kita mau lucu-lucunya saja, UU Perampasan Aset, apakah diksi perampasan itu baik untuk negara kita ini? Kalau kita setiap hari ketemu orang dirampas atau merampas, kira-kira itu berlaku baik atau tidak?" kata Doli.
ANANDA RIDHO SULISTYA | NANDITO PUTRA | ANDI ADAM
Pilihan Editor: Wakil Ketua Baleg DPR Sebut pemberantasan Korupsi Cukup Tanpa UU Perampasan Aset, Kok Bisa?