Pro-Kontra Berbagai Tokoh Soal Penerapan Ujian Nasional yang Dikabarkan akan Diterapkan Lagi
Reporter
Rachel Farahdiba Regar
Editor
S. Dian Andryanto
Jumat, 1 November 2024 10:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengatakan, akan berfokus menyerap aspirasi dari berbagai pihak pada satu bulan awal masa jabatannya. Menurutnya, masukan itu penting untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan mengenai pendidikan, termasuk tentang Ujian Nasional (UN). Ia menyebut, saat ini belum ada pembahasan mengenai UN untuk siswa sekolah dasar dan menengah.
“Saya belum ada pembahasan tentang ujian nasional. Saya masih akan banyak mendengar sebelum mengambil keputusan strategis,” kata Abdul Mu’ti, pada 21 Oktober 2024.
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, mengaku, mempertimbangkan penerapan UN. Ia menegaskan, Komisi X terbuka pada perubahan karena setiap kebijakan memiliki kelemahan.
“Sebenarnya UN itu juga mungkin kita harus pertimbangkan apakah menjadi penentu kelulusan atau UN sebagai data dan informasi bagaimana peta kondisi pendidikan kita secara nasional menyeluruh,” ucap Hetifah, pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Penerapan UN sempat mendapatkan pro dan kontra sehingga beberapa pihak ada yang setuju dan tidak soal penghapusannya kala itu. Berikut adalah pro dan kontra penerapan UN, yaitu:
Pro Penerapan UN
1. Jusuf Kalla (JK): Bagian Penting Pembelajaran
JK menyampaikan, UN tetap harus diterapkan. Sebab, penghapusan UN bukan langkah tepat. JK mengatakan, UN seharusnya menjadi bagian penting dari sebuah proses pembelajaran yang dipelajari setiap siswa.
“Jangan menciptakan generasi muda yang lembek,” tegas JK, pada 12 Desember 2019.
2. Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii): Tidak Ada UN, Tidak Ada Tolak Ukur Mutu pendidikan
Almarhum Buya Syafii Maarif pernah menyatakan kekhawatirannya, jika UN tidak diberlakukan, tidak ada tolak ukur untuk mutu pendidikan ini. Akibatnya, ia lebih setuju untuk UN masih diterapkan.
“Nanti kalau tidak begitu ada ujian nasional, nanti para murid, para siswa itu tidak sungguh-sungguh lagi belajar,” ucapnya, pada 12 Desember 2019.
3. Menegakkan Akuntabilitas Pendidikan
Dilansir upi.edu, UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan penyelenggara pendidikan terhadap pihak berkepentingan dan masyarakat. Secara konseptual, UN mampu menyediakan informasi akurat tentang prestasi yang dicapai setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi, dan prestasi nasional secara keseluruhan.
Kontra Penerapan UN
1. Sandiaga Uno: UN Dihapus dan Fokus pada Akhlak
Sandiaga Uno tidak setuju dengan penerapan UN sehingga sepakat untuk menghapuskan UN, jika saat itu terpilih menjadi wakil presiden Indonesia.
“Kita pastikan sistem UN dihentikan, diganti dengan penelusuran minat bakat,” ujar Sandiaga, pada 17 Maret 2019.
Sandiaga mengatakan pihaknya akan memperbaiki kurikulum agar fokus pada akhlak yang mulia.
“Kami juga punya konsep sekolah ‘link and match’ yang mana pemberi lapangan kerja tersambung dengan lembaga pendidikan,” jelasnya.
2. Hidayat Nur Wahid: Menolak Penerapan UN
Sama seperti Sandiaga, Hidayat Nur Wahid tidak sepakat dengan penerapan UN sehingga mendukung penuh penghapusannya.
“Kami mendukung dihapuskannya UN, tapi tetap dengan catatan yang keras,” ucap Hidayat, pada 15 Desember 2019.
Namun, politikus PKS tersebut mengatakan, jika UN tidak diterapkan, sebaiknya pemerintah menyiapkan alternatif evaluasi.
3. UN Bertentangan dengan Kaidah Pendidikan
Menurut beberapa ahli tes, Ujian Nasional bertentangan dengan kaidah pendidikan. Sebab, dalam kaidah pendidikan, tes digunakan untuk menjamin kualitas anak didik, bukan menghukumnya. Pasalnya, UN digunakan untuk menghukum anak didik yang telah belajar selama tiga tahun. Peserta didik dapat tidak lulus sekolah hanya karena mengikuti UN berisi beberapa mata pelajaran.
RACHEL FARAHDIBA R | ANASTASIYA LAVENIA Y | PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: DPR Beri Lampu HIjau Mendikdasmen Abdul Mu'ti Terapkan UN Lagi, Sudah 8 Kali Ujian Nasional Ganti Nama