Melongok Kembali Terbentuknya PPP yang Kini Tersandung Ambang Batas Parlemen
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Jumat, 22 Maret 2024 09:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan atau PPP Muhammad Mardiono mengumpulkan pucuk pimpinan partai di kediamannya di Permata Hijau, Jakarta, pada Rabu malam, 20 Maret 2024. Persamuhan itu disebut dimulai dari Rabu siang hingga malam usai Komisi Pemilihan Umum atau KPU mengumumkan hasil final dari Pemilu 2024.
Diketahui, PPP tak lolos ke Senayan pada Pemilu 2024 karena tidak memperoleh suara untuk menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Partai berlambang Ka’bah itu hanya mendapat 5.878.777 suara atau 3,87 persen.
Sumber Tempo di internal PPP menyebut pertemuan itu dalam rangka konsolidasi partai untuk menyikapi hasil Pemilu 2024. Dipimpin langsung oleh Mardiono, para elite partai membahas soal gembosnya suara dan langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi atau MK ke depan.
Juru Bicara Mardiono, Imam Priyono, menyebut PPP menghormati hasil akhir Pemilu 2024. Kendati demikian, langkah pasti yang akan ditempuh PPP adalah menggugat hasil Pemilu ke MK.
“Kami akan menempuh jalur yang tersedia, yakni Mahkamah Konstitusi,” kata Imam saat dihubungi pada Rabu malam, 21 Maret 2024.
Imam menyebut PPP mestinya memperoleh suara lebih tinggi daripada hasil yang telah ditetapkan oleh KPU. Dia mengklaim data internal partai menunjukkan suara PPP menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
“Kami fokus pada keyakinan kami, penghitungan internal PPP mendapat suara melampaui 4 persen. Ini yang akan kami buktikan dan perjuangan di MK,” kata dia.
Ketika ditanya data internal, Imam enggan menyebut. Dia mengatakan data itu hanya akan disampaikan di depan Majelis Hakim MK. “Detailnya akan kami sampaikan di MK,” kata Imam.
Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy atau Rommy sebelumnya mengatakan partainya akan menggugat hasil Pemilu 2024 itu ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan MK. Dia menyebut keputusan partainya itu atas dasar rapat ketua umum dan pucuk pimpinan partai.
“Kami siapkan gugatan ke Bawaslu dan MK dalam rangka mengembalikan suara PPP yang digembosi di beberapa dapil, justru setelah terjadinya coblosan,” kata Rommy dalam keterangan tertulisnya pada Rabu malam, 20 Maret 2024.
Rommy beralasan, sejak 8-20 Maret 2024 partainya telah mengamati rekapitulasi perolehan suara dan mendapatkan hasil berbeda dari penetapan oleh KPU. Dia menyebut ada perbedaan angka yang signifikan dari hasil di daerah pemilihan atau dapil dan ketetapan KPU. Rommy mengklaim data internal partai perolehan suara justru melampaui 4 persen.
“Berdasarkan data yang kami miliki, perolehan suara PPP jauh melampaui ambang batas parlemen 4 persen,” kata dia.
Selanjutnya: Sejarah PPP
<!--more-->
Sejarah terbentuknya PPP
Melansir Tempo, PPP merupakan satu dari tiga partai politik tertua di Indonesia, selain Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dulu bernama (Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Sama seperti PDIP, PPP juga dibentuk dari gabungan banyak partai. Penggabungan ini lantaran pemerintah Orde Baru kala itu melakukan penyederhanaan menjadi hanya tiga partai pada Pemilu 1977.
Penetapan hanya tiga parpol saja dalam pemerintahan Orba dilatarbelakangi oleh kegagalan konstituante 1955-1959. Saat itu Presiden Soeharto berpendapat bahwa terlalu banyak parpol atau organisasi politik nyatanya hanya menghasilkan debat tanpa hasil.
Oleh karenanya, penyederhanaan parpol perlu dilakukan. Saat itu terdapat sembilan partai, yang kemudian menjadi tiga saja.
PPP didirikan pada 5 Januari 1973 yang merupakan hasil fusi atau gabungan dari empat partai berbasis Islam. Partai tersebut yaitu Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia atau Parmusi, Partai Syarikat Islam Indonesia atau PSII, dan Partai Islam Perti. Dengan komposisi partai-partai Islam ini, PPP kemudian memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam”.
Awal berdiri PPP menerapkan asas Islam dengan lambang Ka’bah. Namun pada 1984 dan tahun-tahun berikutnya, PPP menggunakan asas Negara Pancasila sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang berlaku saat itu.
Lagi-lagi disebabkan karena adanya tekanan politik oleh kekuasaan Orde Baru. PPP kembali menggunakan asas Islam dengan lambang Kabah sejak tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto pada 1998.
Peserta pemilu Sejak 1977
Setelah runtuhnya masa Orde Baru, parpol baru mulai bermunculan dan menghadirkan demokrasi yang lebih terbuka lagi di era reformasi.
Meskipun dua partai hasil penyederhanaan partai era orde baru adalah salah satu upaya Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya. PPP dan PDI tetap bertahan hingga sekarang dan tidak dipecah lagi.
PPP pertama kali mengikuti Pemilu pada 1977. Sampai saat ini, PPP sudah 10 kali mengikuti Pemilu Presiden, yaitu pada 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Jabatan strategis yang pernah diemban kader PPP adalah Wakil Presiden.
Hal itu terjadi pada 2001 -2004 kala Hamzah Haz terpilih untuk mendampingi Megawati Soekarno Putri pasca dicopotnya presiden Gus Dur oleh MPR.
ADIL AL HASAN | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan Editor: PSI Gagal Masuk Senayan, Grace Natalie: PPP Saja Enggak Lolos