LBH Masyarakat Sebut Merry Utami Alami Death Row Phenomenon, Apa Itu?

Reporter

Tempo.co

Minggu, 16 April 2023 12:11 WIB

Ilustrasi eksekusi mati dengan suntikan. ethic.es

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba Merry Utami (MU). Muhammad Afif selaku kuasa hukum Merry Utami sekaligus Direktur LBH Masyarakat (LBHM) menyampaikan grasi kepada kliennya diberikan Jokowi melalui Keputusan Presiden No. 1/G/2023. Keppres tersebut mengubah pidana mati Merry Utami menjadi pidana seumur hidup.

Direktur LBH Masyarakat (LBHM) Muhammad Afif menilai pemberian grasi Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Merry Utami, terpidana mati kasus narkotika, hanya setengah hati. Meski meringankan hukuman, Afif yang menjadi kuasa hukum Merry menyebut Keppres No. 1/G/2023 tidak mempertimbangkan durasi pemenjaraan Merry Utami yang telah melebihi 22 tahun dan pernah menjalani rangkaian untuk pelaksanaan eksekusi mati pada 2016.

"Meski eksekusi mati tersebut ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan, MU menghadapi beban psikologis dan mental yang bertubi-tubi," kata Afif dalam keterangannya kepada Tempo, Jumat, 14 April 2023.

Selain itu, Keppres tersebut dikeluarkan melebihi jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UU Grasi. Pada aturan tersebut, seharusnya Presiden memberikan atau menolak grasi paling lama tiga bulan sejak diterimanya pertimbangannya MA.

Sementara Keppres tersebut dikeluarkan hampir enam tahun lebih. Durasi putusan grasi yang lewat dari ketentuan Pasal 11 ayat (3) UU Grasi adalah mendorong terjadinya fenomena death row phenomenon.

Advertising
Advertising

"Fenomena death row phenomenon yang dialami MU seharusnya menjadi pertimbangan untuk membebaskan MU dari pemenjaraan yang telah melebihi 22 tahun, sehingga Keppres tersebut sejatinya berbunyi mengubah dari pidana mati menjadi pidana penjara waktu tertentu," kata Afif.

Lalu, apa itu death row phenomenon?<!--more-->

Definisi Death Row Phenomenon

Dilansir dari Kertas Kebijakan Fenomena Deret Tunggu dan Rekomendasi Komutasi Hukuman Mati yang diakses dari laman Komnas HAM, selama menunggu eksekusi, terpidana mati berada dalam posisi yang sangat rentan. Para ahli hukum HAM internasional mengkaji bahwa ada fenomena yang disebut fenomena deret tunggu (death row phenomenon).

Fenomena ini berupa penderitaan yang muncul akibat kombinasi dari sangat lamanya waktu yang dihadapi terpidana mati dalam menuju eksekusi mati, kondisi pemenjaraan buruk yang dialami terpidana mati, dan penderitaan terus menerus baik mental maupun fisik terus memuncak ketika menunggu eksekusi mati.

Juan E. Mendez, Pelapor Khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB tentang penyiksaan dan kekejaman lainnya (periode 2010-2016), telah membahas bahwa death row phenomenon menghasilkan perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan sebagai akibat dari keadaan fisik dan konsekuensi dari mental kesedihan akibat lamanya masa tunggu pada eksekusi pidana mati. Duduk sebagai death row dalam waktu yang lama dengan kondisi tersebut sudah merupakan bentuk penyiksaan.

Death Row Phenomenon Langgar Konvenan Hak Sipil dan Politik

Oleh karena itu, Interim report of the Special Rapporteur menyimpulkan bahwa death row phenomenon merupakan pelanggaran Pasal 7 Konvenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan pelanggaran Pasal 1 dan Pasal 16 Konvensi Anti Penyiksaan berdasarkan dua hal, yaitu:

  1. Karena lamanya isolasi dan kondisi yang menyeramkan, pada kondisi penahanan yang tidak manusiawi seperti solitary confinement dan batasan terhadap akses kebutuhan dasar lainnya; dan
  2. Karena kecemasan yang dihasilkan dari ancaman pidana mati ataupun keadaan lain terkait dengan eksekusi yang mengakibatkan tekanan psikologis dan trauma kepada terpidana mati.

2 Terminologi Kondisi Terpidana Mati

Dalam masa tunggu hukuman mati dikenal dua terminologi yang menjelaskan kondisi terpidana mati, yaitu death row phenomenon dan death row syndrome. Menurut Pakar Hukum Patrick Hudson dari Universitas Edinburgh, death row phenomenon dapat diartikan sebagai waktu penundaan yang berkepanjangan dengan kondisi kejam pada masa tunggu (death row).

Sedangkan yang dimaksud dengan death row syndrome adalah bahaya kejiwaan yang dihasilkan dari serangkaian efek psikologis bagi narapidana yang diakibatkan oleh periode masa tunggu yang dihabiskan seperti ditulis oleh Amy Smith di jurnal Public Interest Law.

M JULNIS FIRMANSYAH | NAUFAL RIDHWAN ALY

Pilihan Editor: Dapat Grasi dari Jokowi, Begini Kilas Balik Kasus dan Awal Perjumpaan Merry Utami dengan Jerry

Berita terkait

Kisah Sendi Fardiansyah Sespri Iriana Galang Dukungan untuk Maju Pilwalkot Bogor

2 jam lalu

Kisah Sendi Fardiansyah Sespri Iriana Galang Dukungan untuk Maju Pilwalkot Bogor

Sespri Iriana Sendi Fardiansyah melakukan sejumlah upaya dalam mempersiapkan diri maju dalam pemilihan wali kota Bogor. Begini kisahnya

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Bentukan Jokowi Diragukan karena Pernah Loloskan Firli Bahuri dan Lili Pintauli

2 jam lalu

Pansel KPK Bentukan Jokowi Diragukan karena Pernah Loloskan Firli Bahuri dan Lili Pintauli

Mantan Komisioner KPK Busyro Muqoddas mendesak Pansel KPK tahun ini tidak sepenuhnya ditunjuk Jokowi

Baca Selengkapnya

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaanya di Bidang Legislatif

3 jam lalu

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaanya di Bidang Legislatif

Presiden Indonesia ikut dalam semua aktivitas legislasi mulai dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, persetujuan hingga pengundangan.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Berkomunikasi dengan Prabowo, Ombudsman Buka Suara Kasus Penipuan Deposito BTN

4 jam lalu

Terkini: Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Berkomunikasi dengan Prabowo, Ombudsman Buka Suara Kasus Penipuan Deposito BTN

Staf Khusus Menteri Keuangan mengatakan Jokowi sudah memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkomunikasi dengan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis PPDS: Kuota Hanya 38, Depresi sampai Dibuli Senior

4 jam lalu

Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis PPDS: Kuota Hanya 38, Depresi sampai Dibuli Senior

Untuk tahun pertama Kementerian Kesehatan menyediakan 38 kursi PPDS, namun Jokowi minta kuotanya ditambah.

Baca Selengkapnya

Syarat Pemasangan Foto Presiden dan Wakil Presiden di Kantor atau Instansi, Wajibkah?

5 jam lalu

Syarat Pemasangan Foto Presiden dan Wakil Presiden di Kantor atau Instansi, Wajibkah?

PDIP memberi klarifikasi mengapa tak ada foto Jokowi di kantor DPD PDIP Sumatera Utara. Wajibkah pemasangan foto presiden dan wakil presiden?

Baca Selengkapnya

Lapangan Upacara 17 Agustus di IKN Rumputnya Berstandar FIFA

6 jam lalu

Lapangan Upacara 17 Agustus di IKN Rumputnya Berstandar FIFA

Selain menargetkan upacara HUT Kemerdekaan di IKN, Jokowi berencana mulai berkantor di ibu kota baru mulai Juli mandating

Baca Selengkapnya

Jokowi Godok Komposisi Pansel Calon Pimpinan KPK

6 jam lalu

Jokowi Godok Komposisi Pansel Calon Pimpinan KPK

Jokowi masih menggodok nama-nama calon anggota pansel calon pimpinan dan dewan pengawas KPK

Baca Selengkapnya

Apindo Optimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tercapai

8 jam lalu

Apindo Optimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tercapai

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) optimistis target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada tahun ini dapat tercapai.

Baca Selengkapnya

TNI Pakai Istilah OPM, Polri Nyatakan Tetap akan Sebut KKB

8 jam lalu

TNI Pakai Istilah OPM, Polri Nyatakan Tetap akan Sebut KKB

Polri menyatakan tetap akan memakai penyebutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) terhadap kelompok yang mengupayakan kemerdekaan Papua.

Baca Selengkapnya