ICW Minta Gerindra Tegur Ramson Siagian Imbas Minta Sedekah Ribuan Sarung ke Pertamina
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 7 April 2023 11:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana meminta agar Partai Gerindra menegur anggota DPR RI Ramson Siagian imbas pernyataannya dalam rapat kerja antara Komisi VII DPR RI dan Pertamina pada Selasa, 4 April 2023. Dalam rapat tersebut, Ramson secara blak-blakan mengatakan kesulitan meminta sedekah sarung ke Pertamina.
"ICW mendesak agar Partai Gerindra bisa menegur, bahkan menjatuhkan sanksi atas pernyataan Ramson yang amat memalukan tersebut," ujar Kurnia dalam keterangannya, Jumat, 7 April 2023.
Menurut Kurnia, pernyataan Ramson itu kental dengan situasi konflik kepentingan. Sebab, permintaan itu ia sampaikan untuk daerah pemilihannya dan ditujukan kepada mitra kerja Komisi VII DPR RI, yakni PT Pertamina.
Dinilai langgar kode etik
Padahal menurut ICW, dalam Kode Etik DPR RI Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Lalu pada Pasal 3 ayat (4) disebutkan anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR. Kemudian Pasal 3 ayat (5) anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan.
"Bagi ICW, pernyataan itu berpotensi melanggar kode etik DPR RI," kata Kurnia.
Selain itu, Kurnia mengatakan Ramson telah melanggar Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian Pasal 6 ayat (4) anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan.
Sebelumnya, saat rapat bersama Pertamina di Senayan, Ramson Siagian mengeluhkan sulitnya mendapatkan sedekah sarung dari PT Pertamina. Padahal, sebelumnya PT Pertamina pernah memberikan 2.000 sarung untuk masyarakat di dapilnya.
Keluhan ini bermula saat Komisi VII DPR RI membahas soal insiden kebakaran Kilang Pertamina RU II Dumai bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir menyebut insiden kebakaran di Depo Pertamina itu lantaran Pertamina kurang bersedekah.
“Ramadhan berkah, banyak doa, kurang sedekah, ya infaqya mungkin kurang Bu. Karena mungkin ya temen-temen nanti bisa melanjutkan penyaluran ini, ditambah lahir dan batin, mudah-mudahan selesai,” kata Nasir
Ramson kemudian menimpali pernyataan Nasir tersebut dengan menyampaikan keluhan soal sulitnya mendapat bantuan sarung dari Pertamina.
“Tadi Pak Nasir bicara soal amal, kalau periode kemarin, pas dapil saya butuh sarung, saya WA Bu Dirut, langsung dikirim 2.000 sarung. Sekarang satu sarung pun udah ga bisa, katanya harus ke Pak Erick semua gitu,” kata Ramson.
Selanjutnya: MKD beri teguran lisan
<!--more-->
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memberikan teguran secara lisan kepada Ramson Siagian atas pernyataan tersebut. Wakil Ketua MKD, Habiburokhman, menyebut keputusan memberikan teguran lisan itu diambil setelah MKD menganalisa dan mengonfirmasi langsung kepada Ramson soal pernyataannya tersebut.
"Kami sudah mendapat informasi dari media massa terkait sarung dan kami sudah menganalisa secara singkat dan mengkonfirmasi yang bersangkutan. Kami juga memperdalam lagi lewat Zoom. Jadi kami sudah memberikan peringatan secara lisan kepada beliau," kata Habiburokhman.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan, pernyataan Ramson dinilai bisa mengarah ke pelanggaran kode etik anggota DPR. Habiburokhman mengatakan anggota DPR tidak boleh mengintervensi mitra kerja, walaupun Ramson menyebut sarung akan diberikan kepada masyarakat di dapilnya.
"Khususnya Pasal 4 bahwa anggota DPR harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan kerja dengan mitra kerja. Anggota DPR dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme," ujar Habiburokhman.
M JULNIS FIRMANSYAH