KPU Harap Payung Hukum Pemilu 2024 di 3 DOB Papua Diputuskan Sebelum Akhir Tahun
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 2 Agustus 2022 14:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Hasyim Asy'ari berharap DPR dan pemerintah memutuskan payung hukum penyelenggaraan Pemilu 2024 di tiga daerah otonomi baru (DOB) Papua, sebelum akhir tahun ini. Hal itu disampaikan Hasyim usai menerima audiensi Majelis Rakyat Papua (MRP) di kantornya, Selasa, 2 Agustus 2022.
"Harapan kami, akhir tahun ini, Desember 2022 itu sudah ada keputusan tentang bagaimana format atau substansi materi perubahan undang-undang pemilu (mengenai DOB) ini," ujar Hasyim di kantornya, Selasa, 2 Agustus 2022.
UU Pembentukan 3 DOB Papua disahkan oleh DPR pada 30 Juni 2022. Dengan disahkannya UU tersebut, Papua memiliki tiga provinsi baru, yaitu, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Implikasinya, akan ada perubahan daerah pemilihan, baik untuk DPR RI maupun DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
"Teman-teman MRP mengusulkan bahwa setiap pembicaraan yang berkaitan dengan hal-hal strategis, terutama berkaitan dengan pengisian jabatan di lingkungan pemerintahan daerah dan juga wakil-wakil rakyat dari Papua, harus memperhatikan otonomi khusus Papua," kata dia.
Kata Hasyim, KPU akan membicarakan lebih lanjut berbagai masukan tersebut dengan para pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.
"Kami akan membahas nanti apakah mekanismenya lewat revisi UU (Pemilu) atau apa pun, supaya ada payung hukumnya untuk Pemilu di Papua. Penataan Dapil dilakukan Oktober 2022 sampai Februari 2023. Maka dengan begitu, sebelum Februari 2023 setidak-tidaknya sudah ada payung hukum untuk itu, supaya ada gambaran tentang Dapil, lalu Mei kita sudah bisa masuk tahap pencalonan," ujar Hasyim.
DPR dan Pemerintah sampai saat ini belum memutuskan format payung hukum yang akan dibuat untuk mengakomodir daerah pemilihan imbas pembentukan tiga DOB Papua atau pemekaran wilayah yang belum diatur undang-undang. Opsi yang mencuat di antaranya adalah revisi UU Pemilu atau pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Usul DPR Soal Pemilu di 3 DOB
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengusulkan agar penyelenggaraan Pemilu di tiga DOB Papua merujuk pelaksanaan Pemilu di Provinsi Kalimantan Utara pada 2014 silam. Pada saat itu, pemerintah tidak merevisi UU Pemilu atau Perpu dalam menyelenggarakan pemilu di provinsi Kaltara yang baru terbentuk pada 2012.
<!--more-->
"Pengalaman saat Provinsi Kalimantan Utara terbentuk pada 2012, mereka juga tidak langsung memiliki dapil sendiri. Alokasi kursi DPRD Provinsi Kaltara diambilkan dari sebagian DPRD Provinsi Kaltim. Para anggotanya berasal dari Kabupaten/Kota yang ikut wilayah Kaltara. Sementara untuk DPR RI pada Pemilu 9 April 2014, Kaltara masih menggunakan dapil provinsi induknya (Kaltim)," ujar Guspardi dalam keterangannya, Selasa, 26 Juli 2022.
Kaltara baru mempunyai Dapil tersendiri yang terpisah dari provinsi induknya pada lima tahun berikutnya pada saat Pemilu 17 April 2019. "Dengan kata lain, pemerintah dan DPR tidak perlu melakukan revisi terhadap UU Pemilu atau mengeluarkan Perpu. Penambahan Dapil di 3 DOB Papua dapat dilakukan pada pemilu lima tahun berikutnya," ujar politikus PAN tersebut.
Guspardi menuturkan, saat ini tahapan pemilu 2024 sudah dimulai sejak 14 Juni 2022. Sementara tahapan yang paling dekat dan harus dipenuhi oleh partai politik sangat berkejaran dengan waktu. Pada 1 Agustus mendatang, pendaftaran partai politik sudah dimulai.
"Revisi UU Pemilu akan membutuhkan waktu lama, dan bisa saja melebar kemana-mana. Sementara itu untuk mengeluarkan Perpu, tentu juga tidak mudah dilakukan karena mempunyai syarat yang ketat yaitu dapat dikeluarkan dalam keadaan situasi darurat atau memaksa. Nah dalam situasi dan kondisi demikian keadaan sekarang ini kan tidak dalam situasi darurat atau kegentingan yang memaksa," kata Guspardi.
Untuk itu, dia mengusulkan penyelenggaraan Pemilu di 3 DOB Papua merujuk pengalaman di Kaltara saja. "Jadi untuk 3 DOB Papua, untuk gelaran pemilu 2024 nanti tetap mengikuti dapil seperti biasa untuk DPR RI, namun untuk DPRD provinsi, nanti akan menyesuaikan seperti konsep yang pernah diterapkan di DOB Kaltara yang dimekarkan dari provinsi induknya, Kaltim," tutur Guspardi.
Selanjutnya: Usul dari pegiat Pemilu...
<!--more-->
Sejumlah pegiat pemilu dan pakar hukum sebelumnya menyarankan pemerintah dan DPR memilih opsi revisi terbatas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk mengakomodasi penambahan daerah pemilihan setelah terbentuknya tiga provinsi baru di Papua.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut opsi tersebut lebih baik dan demokratis.
Revisi terbatas UU Pemilu dianggap memungkinkan publik dan pemangku kepentingan, seperti Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu,
untuk berpartisipasi dalam proses perubahan undang-undang. Berbeda dengan opsi Perpu yang menjadi kewenangan eksklusif presiden.
Pertimbangan lain, kata dia, penataan jumlah kursi parlemen dan daerah pemilihan tak bisa dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, DPR, dan partai politik. KPU, Bawaslu, organisasi masyarakat sipil peduli pemilu, serta publik seharusnya ikut dilibatkan dalam perubahan aturan pemilu tersebut.
"Kursi dan dapil bukan cuma menyangkut kepentingan partai politik, tapi harus mengakomodasi aspirasi masyarakat serta pemenuhan prinsip keterwakilan yang adil dan proporsional," ujarnya, pertengahan Juli lalu.
Baca juga: Mahfud Md Berpesan ke KPU Agar Profesional Selenggarakan Pemilu 2024
DEWI NURITA