Seluk Beluk dan Kalkulasi Herd Immunity yang Terkait Laju Kasus Covid-19

Reporter

Tempo.co

Editor

Dwi Arjanto

Jumat, 17 Desember 2021 13:37 WIB

Pesepeda melintas di depan mural tentang petugas medis yang menangani pandemi virus corona atau COVID-19 di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Depok, Jawa Barat, Selasa, 14 April 2020. Mural tersebut ditujukan sebagai bentuk dukungan kepada tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi COVID-19 di Indonesia. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta -Kasus Covid19 tak lantas berhenti begitu saja ketika kapasitas herd immunity telah tercapai. Nantinya laju penyebaran Covid-19 akan melambat dan mungkin akan menjadi endemik layaknya campak atau polio.

Dengan demikian, Herd Immunity layaknya gerbang menuju new normal. Lalu apa sebenarnya Herd Immunity?

Melansir dari laman Kementerian Kesehatan atau Kemenkes, Herd Immunity atau kekebalan kelompok adalah kasus di mana sebagian besar populasi kebal terhadap penyakit menular tertentu, sehingga kondisi ini memberikan perlindungan tidak langsung bagi mereka yang tidak kebal terhadap penyakit menular tersebut.

Sebagai contoh, jika 80 persen populasi kebal terhadap suatu virus, apabila satu dari lima orang yang sedang berkumpul terinfeksi virus tersebut, empat di antaranya tidak akan tertular karena sudah kebal. Karena tidak ada penularan, virus tidak akan menyebar lebih jauh. Dengan demikian penyebaran penyakit dapat dikendalikan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Herd Immunity, juga dikenal sebagai kekebalan populasi, adalah konsep yang digunakan untuk imunisasi, di mana suatu populasi dapat terlindung dari virus tertentu jika ambang cakupan imunisasi tertentu tercapai.

Imunisasi sendiri merupakan proses ketika sistem imun seorang individu diperkuat untuk melawan suatu agen infeksi, seperti virus.

Advertising
Advertising

Dalam konsep Herd Immunity, untuk mendapatkan kekebalan populasi, sebagian besar penduduk diimunisasi, sehingga menurunkan jumlah keseluruhan virus yang dapat menyebar ke seluruh populasi.

Dengan demikian, tidak semua individu perlu diimunisasi agar terlindungi. Hal ini membantu memastikan bahwa kelompok rentan yang tidak dapat diimunisasi tetap aman.

Selanjutnya: WHO menjelaskan, persentase orang yang perlu memiliki...
<!--more-->

WHO menjelaskan, persentase orang yang perlu memiliki antibodi untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap suatu penyakit berbeda-beda.

Contoh, untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap campak, sekitar 95 persen populasi harus diimunisasi, sementara 5 persen penduduk lain akan terlindungi. Hal ini lantaran campak tidak akan menyebar di antara orang-orang yang telah diimunisasi.

Kepala Peneliti WHO, Soumya Swaminathan mengatakan untuk mencapai kekebalan kelompok, dapat dilakukan dengan vaksin. Vaksin yang aman dan efektif dapat membuat penyakit semakin jarang dan bahkan menyelamatkan nyawa.

Warga melintas di depan sebuah mural di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu, 25 Agustus 2021. Mural tersebut dijadikan media berekspresi sejumlah seniman untuk penyampaikan kritik kepada pemerintah di tengah berlarutnya pandemi COVID-19. ANTARA/Adeng Bustomi

“Karena dengan vaksin kita bisa mencapai imunitas dan Herd Immunity dengan aman,” ata Soumya dikutip Tempo dari laman who.int.

Mengutip laman dinkes.kalbarprov.go.id, Herd Immunity sebenarnya bisa muncul dengan cara membiarkan virus terus menyebar sehingga banyak orang terinfeksi.

Apabila mereka sembuh, banyak orang akan kebal sehingga wabah akan hilang dengan sendirinya. Hal ini lantaran virus sulit menemukan inang untuk membuatnya tetap hidup dan berkembang.

Namun, mengutip dari laman Satgas Covid-19, jika Herd Immunity dibiarkan terjadi secara alami alias virus hilang dengan sendirinya, akan memakan waktu lama.

Tak hanya itu, dampak terburuk akan menyebabkan banyak kerusakan lain. Bahkan jika 1 persen orang yang terinfeksi pada akhirnya meninggal dunia, jika dilihat berdasarkan populasi global hal ini bisa menjadi jumlah yang besar.

“Sedangkan melalui infeksi alami akan membutuhkan biaya dan manusia yang banyak,” kata Soumya.

Mengutip dari laman Kemenkes, berdasarkan pengalaman dari beberapa penyakit infeksi menular, membiarkan virus menyebar tanpa vaksin bukan cara yang efektif untuk mencapai Herd Immunity, terutama pada penyakit yang menyebabkan keparahan dan kematian yang tinggi. Selain itu, virus juga dapat bermutasi seiring waktu. Hal ini menyebabkan antibodi dari infeksi sebelumnya hanya memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang singkat, tidak seumur hidup.

HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Hasil Tes Herd Immunity Nasional Diperkirakan Selesai Akhir 2021

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

2 jam lalu

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

Sistem kelas 1-3 BPJS Kesehatan diganti jadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS yang mulai berlaku Juni 2025.

Baca Selengkapnya

Segini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

2 hari lalu

Segini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Terdapat penyesuaian iuran peserta JKN setelah kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan berganti menjadi KRIS. Ini iuran BPJS Kesehatan terbaru.

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Menkes Klarifikasi soal Hapus Sistem Kelas BPJS

3 hari lalu

Jokowi dan Menkes Klarifikasi soal Hapus Sistem Kelas BPJS

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklarifikasi soal kebijakan penghapusan sistem kelas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Baca Selengkapnya

Menkes Jelaskan Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

6 hari lalu

Menkes Jelaskan Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting bisa turun hingga 14 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Soroti Pembatalan Kelulusan PPPK 532 Bidan Pendidik oleh Kemenkes

7 hari lalu

Anggota DPR Soroti Pembatalan Kelulusan PPPK 532 Bidan Pendidik oleh Kemenkes

Edy mendesak Kemenkes agar segera turun tangan menangani ratusan bidan pendidik yang kelulusannya dibatalkan.

Baca Selengkapnya

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

10 hari lalu

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

Presiden Jokowi menyoroti urgensi peningkatan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Apa pesan untuk pemimpin baru?

Baca Selengkapnya

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

10 hari lalu

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

11 hari lalu

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

Kemenkes bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit mengembangkan program pendidikan gratis bagi dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

11 hari lalu

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Presiden Jokowi menyoroti pentingnya infrastruktur kesehatan negara dalam jangka panjang.

Baca Selengkapnya

Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis

12 hari lalu

Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis

Salah satu masalah lagi yang ada di Indonesia adalah distribusi dokter spesialis. Hampir 80 tahun Indonesia merdeka belum pernah bisa terpecahkan.

Baca Selengkapnya