Umbar Prestasi Keluarga Cendana di Peringatan 100 Tahun Soeharto
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Dwi Arjanto
Selasa, 8 Juni 2021 23:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Belasan mobil mewah nampak telah terparkir di pintu masuk VIP yang berada di sisi Utara Masjid At-Tin, Jakarta Timur, pada Selasa, 8 Juni 2021 tepat di hari 100 Tahun Soeharto..
Sore itu, peringatan 100 tahun Presiden kedua Soeharto digelar di sana.
Sekitar pukul 15.00 WIB, rombongan mobil kembali datang. Kali ini rombongan empat mobil itu datang dikawal oleh voorijder.
Dari salah satu mobil, anak ketiga Soeharto, Bambang Trihatmojo turun sendirian dengan mengenakan pakaian koko putih. Ia langsung melenggang ke dalam masjid.
Beberapa saat sebelumnya, anak-anak Soeharto lain telah tiba lebih dulu. Mulai dari Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Heriyadi alias Titiek, dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy. Hanya Sigit Harjojudanto dan Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mamiek yang tak hadir langsung. Mereka diketahui ada di luar kota dan hanya dapat ikut secara virtual.
"Alhamdulillah hari ini kita bisa mensyukuri 100 tahun kelahiran Pak Harto, dari 8 Juni 1921 sampai 8 Juni 2021," kata Titiek seusai acara.
Acara peringatan ini dikemas dalam bentuk pengajian dengan mengundang anak yatim. Sebanyak 750 orang diundang hadir. Sisanya, datang secara virtual. Mereka yang datang pun adalah warga sekitar masjid. Sisanya, pejabat pemerintahan dan tokoh masyarakat.
Rudy Iskandar, salah satu peserta, adalah salah satu pengurus Masjid di Tamini Square, yang ada di dekat Masjid At-Tin. Ia enggan menegaskan dirinya sebagai pendukung Soeharto. Namun ia mengaku program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang dicanangkan Soeharto sangat dirindukannya.
<!--more-->
"Saya lihatnya merindukan kerapihan itu. Jadi menata negara dengan rapi. Dan aman waktu itu," kata Rudy.
Program Pelita dan Repelita memang jadi ikut diungkit dalam acara itu. Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut, yang mewakili keluarga Cendana menyampaikan sambutan, membahas berbagai prestasi ayahnya selama menjabat 32 tahun di Indonesia.
Tutut mengatakan pada awal Soeharto menjabat pada 1966, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 60 persen. Namun ia mengklarim Orde Baru mampu membangun ekonomi Indonesia tumbuh konstan di atas rata-rata 7 persen per tahun.
"Alhamdulillah kemiskinan berhasil ditekan sebesar 11 persen pada 1997. Penghargaan demi penghargaan dunia diterima Indonesia. Di antaranya 1985 Indonesia mendapatkan penghargaan dari FAO karena dinilai berhasil menciptakan swasembada beras," kata Tutut dalam sambutannya mewakili pihak keluarga.
Tutut mengatakan ayahnya kemudian menerapkan pembangunan berencana dan berkelanjutan yang diterapkan, dengan mengacu mandat MPR yaitu GBHN melalui Pelita dan Repelita. Program ini ia sebut telah membawa bangsa ini beranjak dari negara miskin menjadi negara berkembang.
"Bahkan pada akhir Orde Baru bangsa ini telah berada pada fase sebagai new industrial country atau negara industri baru di Asia. Ada juga yang menyebut kan sebagai Macan Asia. Capaian itu tak bisa dipungkiri, suka atau tak suka tentunya jadi pijakan bagi pembangunan hingga saat ini," kata Tutut.
Tak sampai di situ, dalam pernyataan pada media usai acara, Siti Hediati Heriyadi alias Titiek juga menyinggung tentang situasi Indonesia saat ini yang ia sebut banyak masalah. Ia menyayangkan hutang Indonesia saat ini yang ia sebut sangat besar.
"Saya rasa bapak sedih kalau lihat keadaan kita seperti saat ini. Jadi apa yang beliau bangun kok keliatannya gak maju, agak sedikit mundur. Hutang yang tadinya berapa, sekarang udah ribuan-ribuan triliun," kata Titiek.
Acara ini juga dikemas dengan pembacaan Surat Yasin bagi Soeharto dan istrinya, Tien Soeharto. Setiap peserta nampak mendapat satu buku Yasin. Di dalam buku berwarna putih itu, terdapat sejumlah foto Soeharto bersama Ibu Tien Soeharto saat bersama. Terdapat juga ceramah yang diisi oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar.
Sejumlah tokoh nasional juga ikut hadir mulai dari mantan suami Titiek sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Politikus Partai Golkar Akbar Tanjung, Ketua MPR Bambang Soesatyo, hingga ulama Din Syamsuddin.
Mereka tampak mengikuti acara hingga akhir. Hanya Prabowo yang nampak meninggalkan lokasi setelah pembacaan Surat Yassin. Di akhir acara, para tokoh itu mendapat cinderamata berupa buku tentang pembangunan 999 masjid yang pernah dicanangkan Soeharto lewat Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mengatakan banyak teladan yang bisa dipelajari dari sosok Soeharto. Selain itu, Soeharto juga ia sebut banyak meninggalkan banyak warisan pembangunan yang hingga saat ini dinikmati masyarakat.
"Pak Harto adalah seorang pemimpin yang di dalam memimpin menunjukkan kematangan, menunjukkan stabilitas jiwa, stabilitas mental yang luar biasa," kata Anies dalam 100 Tahun Soeharto tersebut.
Baca juga : 23 Tahun Reformasi: Jalan Panjang Menuntaskan Kasus Korupsi Era Soeharto