Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata, menghadiri sidang praperadilan yang diajukan Richard Joost Lino di Pengadilan Jakarta Selatan, 26 Januari 2016. TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jakarta-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sebuah perusahaan sebagai tersangka baru dalam kasus suap proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Korporasi sebagai tersangka tersebut yakni PT Merial Esa. "Setelah mencermati fakta persidangan, berdasarkan bukti permulaan yang cukup," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Jumat, 1 Maret 2019.
KPK menetapkan PT Merial Esa sebagai tersangka atas dugaan menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-K/L) dalam APBN-P 2016. Suap ini diduga diberikan kepada Bakamla.
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf B atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, PT Merial Esa juga disangkakan Pasal 55 Ayat 1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
PT Merial Esa merupakan korporasi kelima yang diproses oleh KPK sebagai tersangka. Sebelumnya, KPK telah memproses tiga korporasi dalam kasus korupsi, dan satu dalam kasus pencucian uang yakni PT NKE, PT Tuah Sejati, PT Nindya Karya, dan PT Tradha.
Perkara suap Bakamla bermula dari Operasi Tangkap Tangan pada Desember 2016. Dapam kasus ini, KPK menetapkan anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Fayakhun Andriadi sebagai tersangka pada Februari 2018. KPK menyangka politikus Golkar itu menerima suap senilai Rp 12 miliar untuk mengawal anggaran proyek tersebut di DPR.
KPK juga menetapkan enam tersangka lain dan semuanya telah divonis pengadilan. Mereka adalah Eko Susilo Hadi mantan Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja sama Bakamla; Nofel Hasan N, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla; Fahmi Darmawansyah; Hardy Stefanus; Adami Okta swasta; dan Fayakhun Andriadi.
Fayakhun dinyatakan terbukti menerima suap sebanyak US$ 911.480. Dia menerima uang itu dari Fahmi Darmawansyah, selaku Direktur PT Merial Esa, penggarap proyek ini. Jaksa menyatakan Fayakhun menerima uang itu sebagai imbalan atas jasanya meloloskan alokasi penambahan anggaran Bakamla dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.