Fayakhun Andriadi dan Kode Kurcaci Ngomel di Suap Satelit Bakamla
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 16 Agustus 2018 16:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Anggota DPR Fayakhun Andriadi pernah mendesak Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah agar segera melunasi jatah suapnya dalam proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Dalam pesannya, Fayakhun mengatakan 'kurcaci' akan marah bila uang tidak segera dibayar.
Baca juga: Tersangka Suap Satelit Bakamla Kembalikan Uang Suap ke KPK
"Petinggi sudah. Kurcaci bisa ngomel," kata jaksa KPK, Roy Riadi mengutip ucapan Fayakhun dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2018.
Roy mengatakan Fayakhun mengirim pesan desakan itu kepada Fahmi, melalui Direktur PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Arief lewat WhatsApp pada 12 Mei 2016. Roy mengatakan pesan itu bermaksud agar sisa komitmen segera dikirimkan pada Fayakhun. "Maksudnya adalah agar sisa komitmen segera dikirimkan pada terdakwa," kata Roy.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Fayakhun menerima suap total USD 911.480 dari Fahmi terkait proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla. Menurut jaksa, uang diberikan sebagai imbalan atas jasa Fayakhun mengupayakan alokasi penambahan anggaran Bakamla dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Menurut jaksa kongkalikong proyek Bakamla sudah dimulai saat Fayakhun bertemu staf khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi Habsyi di Kantor Bakamla, Jakarta, April 2016. Pada pertemuan itu, Ali Fahmi meminta Fayakhun mengupayakan usulan penambahan alokasi anggaran Bakamla dalam APBN-P 2016. Dalam pertemuan berikutnya, Ali Fahmi menjanjikan imbalan sebesar 6 persen dari nilai anggaran proyek bila Fayakhun mau mengurus anggaran tersebut.
Baca juga: KPK Perpanjang Penahanan Tersangka Suap Bakamla Fayakhun Andriadi
Pada bulan yang sama, Direktur PT Rohde & Schwarz menghubungi Fayakhun meminta bantuan mengupayakan alokasi proyek satelit dan drone dapat dianggarkan dalam APBN-P 2016. Dia meminta itu karena proyek tersebut akan memakai produk dari PT Rohde. PT Merial Esa milik Fahmi Darmawansyah adalah agen PT Rohde & Schwarz.
"Selanjutnya, terdakwa aktif berkomunikasi dengan Fahmi Darmawansyah melalui perantara Erwin Arief," kata jaksa KPK.
Pada tanggal 29 April 2016, Fayakhun memberitahu Fahmi Darmawansyah, bahwa anggota Komisi I DPR memberikan respon positif atas pengajuan tambahan anggaran Bakamla sebesar Rp 3 triliun dalam usulan APBN-P tahun 2016. Fayakhun mengatakan dari sebagian anggaran itu terdapat proyek satelit monitoring dan drone senilai Rp 850 miliar yang bisa dikerjakan perusahaan Fahmi.
Sehari setelahnya, Fayakhun menginstruksikan pada Ali Fahmi agar memasukkan proyek pengadaan satelit dan drone dalam usulan tambahan anggaran. "Terdakwa kemudian meminta tambahan commitment fee 1 persen untuk dirinya, sehingga total fee menjadi 7 persen," kata dia.
Baca juga: KPK Periksa Politikus Golkar dalam Kasus Suap Satelit Bakamla
Pada 4 Mei 2016, Fahmi meminta Fayakhun menaikkan nilai anggaran proyek satelit dan drone dari Rp 850 miliar menjadi Rp 1,2 triliun. Setelah mencapai kesepakatan, Fahmi berjanji segera membayar jatah 1 persen untuk Fayakhun senilai Rp 1,2 miliar.
Pembayaran kepada Fayakhun Andriadi disepakati dilakukan secara bertahap. Aliran dana pertama besarnya USD 300 ribu yang dikirimkan dari dua bank di China, sehingga ada sisa Rp 627.756 yang belum terbayar. Duit itulah yang kemudian ditagih Fayakhun dengan mengutip kurcaci ngomel.