Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg
Reporter
Friski Riana
Editor
Rina Widiastuti
Selasa, 29 Mei 2018 02:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan akan mendorong Komisi Pemerintahan untuk meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengevaluasi peraturan KPU yang melarang napi korupsi menjadi calon legislator.
"Karena sudah diatur dalam UU Pemilu bahwa caleg siapa pun dia, termasuk mantan terpidana korupsi, kalau dia sudah menjalankan hukumannya lewat dari 5 tahun, maksudnya setelah lima tahun dia boleh aktif lagi di politik atau menjadi pejabat publik," kata Bambang di Istana Negara, Jakarta, Senin, 28 Mei 2018.
Baca: KPU Tetap Atur Pelarangan Eks Napi Korupsi Jadi Calon Legislatif
Menurut Bambang, mantan napi korupsi tidak bisa mencalonkan diri sebagai caleg jika pengadilan mencabut hak politiknya. Karena itu, ia menilai bahwa seseorang yang sudah selesai menjalani hukumannya, masih memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya.
Ia juga menilai mantan napi korupsi bisa saja menjadi lebih baik ketika menjabat. "Saya yakin, justru, bisa jadi yang bersangkutan jauh lebih baik daripada yang belum pernah melakukan kesalahan," ujarnya.
Komioner KPU, Wahyu Setiawan, sebelumnya menuturkan gagasan awal KPU membuat larangan eks napi korupsi ikut pencalonan adalah melayani masyarakat sebagai pemilih, untuk menyajikan pilihan peserta pemilu yang baik dan berintegritas.
Baca: KPU Pertanyakan Sikap DPR yang Menolak Larangan Eks Napi Koruptor
Menurut Wahyu, untuk memberikan pelayanan tersebut KPU sebagai penyelenggara pemilu membuat regulasinya. Langkah PKPU ini pun lahir dari dorongan elemen masyarakat. "Ini hasil komunikasi kami dan berbagai elemen masyarakat, kami diskusi, melakukan uji publik," ujarnya, Sabtu, 26 Mei 2018.
Sejumlah pihak pun kontra dengan langkah KPU tersebut, seperti Badan Pengawas Pemilu. Ketua Bawaslu Abhan menuturkan lembaganya tidak sejalan dengan KPU yang tetap mau memasukan aturan larangan mantan narapidana menjadi caleg.
Bawaslu, kata dia, sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi, tetapi mesti tetap menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.