Ponpes Yogya Soal Rusuh Mako Brimob: Teroris Tidak Mati Syahid
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Endri Kurniawati
Kamis, 10 Mei 2018 15:23 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pondok Pesantren (Ponpes) Sunan Kalijaga Gesikan Yogyakarta mengatakan narapidana terorisme yang meninggal dalam kerusuhan di Markas Komando atau Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, bukan mati syahid. “Karena melakukan kejahatan terorisme dan membunuh," kata pengasuh Ponpes Sunan Kalijaga, Beny Susanto di Yogyakarta, Kamis 10 Mei 2018.
Menurut dia, insiden di Mako Brimob semakin menunjukkan betapa terorisme bukanlah sekedar kejahatan biasa, melainkan luar biasa yang penanganannya tidak biasa, tidak hanya cukup oleh aparatur keamanan seperti Polri, tetapi seluruh elemen bangsa dan negara secara sinergis. "Di dalam rumah tahanan saja napiter bisa melakukan kejahatan yang demikian biadab, apalagi di luar tahanan," ujarnya.
Baca: 145 Napi Teroris dari Mako Brimob Dijaga Ketat di Nusakambangan ...
Beny mendesak agar narapidana teroris yang membunuh polisi secara sadis dan biadab itu diproses hukum.
Selain itu, ia menyampaikan apresiasi tinggi atas kinerja kepolisian RI dan aparat mengatasi kerusuhan oleh napi dan tahanan terorisme di Markas Komando (Mako) Brimob, Kelapa Dua, Depok. "Kinerja Polri telah menunjukkan kalau negara tidak kalah atas kejahatan teroris.”
Benny menilai penanganan kerusuhan itu cepat, terukur, dan tetap menjaga hak-hak asasi manusia. “Cepat menguasai keadaan dan memberikan rasa aman bagi masyarakat.”
Baca: Pemuda Muhammadiyah Menduga Ada Maladministrasi di Mako Brimob
Beny mendoakan lima polisi yang gugur dalam kerusuhan di Mako Brimob itu husnul khotimah dan menjadi syuhada, bunga bangsa. Ia menuturkan sudah sepatutnya bangsa dan negara ini berterima kasih atas kinerja Polri, aparat keamanan dalam konsistensinya menanggulangi terorisme. "Proses hukum harus ditegakkan dengan profesional, transparan, demi keadilan dan kepastian hukum."
Kerusuhan di Rutan Mako Brimob sejak Selasa malam lalu, 8 Mei 2018, menewaskan lima polisi, termasuk Yudi. Mereka mengamuk dan menguasai rutan serta menyandera enam anggota kepolisian yang berjaga. Satu orang polisi, Brigadir Kepala Iwan Sarjana dibebaskan melalui negosiasi. Lima anggota kepolisian yang gugur menerima kenaikan pangkat luar biasa.