Muhaimin Ungkap Rahasia Kontrak Politik 2014 Saat Usung Jokowi
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Juli Hantoro
Senin, 2 April 2018 13:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyinggung tentang kontrak politik yang dulu pernah dibuat PKB hingga akhirnya mendukung dan berhasil mengantarkan Jokowi dan Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2014-2019.
Muhaimin mengatakan, poin utama dan terpenting saat itu yang menjadi bagian kontrak politik jika Jokowi menang adalah adanya pengakuan kepada masyayikh, aulia, ulama juga kyai tanah air yang selama ini berjasa besar dalam perjuangan memerdekakan Indonesia dari penjajahan.
"Karena selama 32 tahun, hal itu (perjuangan kyai dan ulama) tidak pernah tercatat dalam sejarah yang diajarkan pada anak-anak kita," ujar Cak Imin.
Baca juga: Cerita Muhaimin Temani Amien Rais Meminta Gus Dur Jadi Presiden
Akibat tak pernah tercatat dalam sejarah itu, banyak anak-anak dan generasi muda tak tahu peran ulama dan kyai dalam pergerakan bernama Resolusi Jihad mengusir penjajah.
Bahkan, pertemuan penting di Surabaya yang membahas resolusi jihad untuk menyatukan ulama kiai setanah air agar bersatu melawan dan mengusir penjajah kala itu juga tidak ada yang tahu.
"Alhamdullilah, Pak Jokowi terpilih menjadi presiden lalu melaksanakan kewajiban janjinya salah satunya lewat menetapkan Hari Santri Nasional tiap 20 Oktober," ujarnya.
Sejak ditetapkannya Hari Santri oleh Jokowi itu, ujar Cak Imin, peran ulama dalam gerakan perjuangan kemerdekaan secara perlahan tapi pasti mulai masuk ke dalam pelajaran sekolah.
"Bahkan mulai banyak yang membuat penelitian jejak-jejak perjuangan para masyayikh, tentang Islam nusantara," ujarnya.
Cak Imin bersyukur karena penetapan Hari Santri itu mendorong penelitian soal jejak ulama dan kyai dalam perjuangan kemerdekaan tak lagi sekedar narasi publik tapi berubah menjadi narasi negara.
Baca juga: Kiai NU se-Yogya Deklarasikan Muhaimin Iskandar Jadi Cawapres
Muhaimin mengatakan jika pasangan Jokowi- Jusuf Kalla merupakan bentuk keberhasilan ketika warga NU bisa bersatu dalam satu calon maka akan menjadi kekuatan besar untuk meraih kemenangan. Cak Imin mengingatkan jika NU tak bersatu dan malah terpecah seperti saat pemilu 2004 silam, maka hasilnya kekalahan.
Saat itu suara NU terpecah karena kekuatannya terbagi di kubu pasangan capres-cawapres Megawati Soekarno Putri- Hasyim Muzadi dan Wiranto-Solahuddin Wahid. Yang menang saat itu justru Soesilo Bambang Yudhoyono- Jusuf Kalla.
"Syukurlah pilpres 2014 lalu warga NU menyatu dalam sosok Jusuf Kalla selaku mustasyar (dewan penasehat) PBNU," ujar Muhaimin.