Golkar Tak Pecat Fayakhun Meski Jadi Tersangka Suap Bakamla
Reporter
Zara Amelia
Editor
Endri Kurniawati
Sabtu, 17 Februari 2018 11:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golongan Karya memastikan tidak akan memberhentikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi. “Oh, tidak (diberhentikan dari Golkar),” kata Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Paulus di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat pada Sabtu, 17 Februari 2018.
Fayakhun tetap menjadi kader partai beringin itu meski telah menjadi tersangka suap proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Namun, Lodewijk mengatakan pihaknya akan mencabut jabatam Fayakhun sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar DKI Jakarta.
Baca:
Anggota DPR Fayakhun Andriadi Jadi Tersangka Suap Bakamla
KPK Dalami Dugaan Pencucian Uang oleh Fayakhun
Dewan Pimpinan Pusat Golkar, kata Lodewijk, akan merundingkan pelaksana tugas pengganti Fayakhun. Golkar juga akan menggelar Musyawarah Daerah Luar Biasa untuk menunjuk pengganti tetap Fayakhun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Fayakhun sebagai tersangka korupsi anggaran kementerian negara/lembaga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun anggaran 2016 untuk Bakamla. Ia disangka memuluskan anggaran Bakamla dan menerima fee 1 persen atau Rp12 miliar dari total anggaran Bakamla Rp1,2 triliun.
Pemberian suap ini dilakukan secara bertahap empat kali dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya, Muhammad Adami Okta. Selain itu, ia disangka menerima US$ 300 ribu.
Baca juga:
Suap Satelit Bakamla, KPK Cegah Anggota DPR ...
Kasus Suap Bakamla, Fayakhun Bantah Tulis ...
Fayakhun disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam kasus suap proyek pengadaan satelit untuk Bakamla, Fayakhun adalah tersangka keenam. Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang lain sebagai tersangka, yaitu Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi; Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus, dan M. Adami Okta dari pihak swasta; serta Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.