TEMPO.CO, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan pihaknya akan mendalami ihwal dugaan cuci uang yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi dalam kasus korupsi dalam kasus pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut RI (Bakamla).
"Kalau melihat modusnya kenapa menggunakan lembaga luar negeri untuk transfer uang itu ya rasanya supaya tidak bisa dilacak. Yang tujuannya adalah untuk menyembunyikan," ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 14 Februari 2018.
Simak: Bupati Subang Imas Aryumningsih Dikabarkan Terjerat OTT KPK
Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018 lalu Managing Director PT Rohde and Schwarz Erwin Arif sedang bersaksi untuk kasus korupsi Bakamla RI. Jaksa penuntut dari KPK menunjukkan bukti berupa percakapan antara Erwin dan Fayakhun mealui aplikasi pesan pendek Whatsapp.
Dari situ, Fayakhun disebut mengarahkan penyerahan dana sebesar 900 ribu dolar AS dilakukan melalui bank luar negeri ke rekening JP Morgan. Rekening JP Morgan yang dimaksud adalah JP Morgan Chase Bank, N.A, New York. Swift code CHASUS33.ABA 021-000-021. Favour account 400-928582. JP Morgan Internaitonal Bank Limited, Brussels (JPMGBEBB) for Further Credit to account name Forestry Green Investmens Ltd Acconut no 9890360. Rekening-rekening itu ditunjukkan dalam persidangan.
Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah yang juga dihadirkan sebagai saksi membenarkan keterangan Erwin. Fahmi merupakan mitra bisnis Erwin selaku distributor alat-alat militer.
Menurut Alex, jika unsur-unsur berupa upaya menyembunyikan uang korupsi itu terpenuhi, maka KPK dapat menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang kepada Fayakhun. Soalnya, Alex menyebut upaya menyembunyikan tersebut merupakan salah satu unsur pencucian uang.
Hari ini, 15 Februari 2018, KPK resmi menetapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla RI. Dalam proses penetapan, tim penyidik KPK mendapat beberapa alat bukti berupa keterangan saksi, surat, barang elektronik, serta fakta persidangan. Alat-alat bukti tersebut, kata Alex, menunjukkan bahwa Fayakhun diduga memuluskan anggaran Bakamla.
Alex mengatakan Fayakhun diduga menerima fee 1 persen atau Rp 12 miliar dari total anggaran Bakamla Rp 1,2 triliun. Pemberian suap ini dilakukan secara bertahap empat kali dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya, Muhammad Adami Okta. Selain itu, ia diduga menerima US$ 300 ribu.
Dengan begitu, Fayakhun diduga terlibat dalam korupsi terkait dengan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun anggaran 2016, yang akan diberikan kepada Bakamla.
Atas perbuatannya, kata Alex, Fayakhun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.