TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan menuding negara tak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang menggugurkan kuasa negara atas hutan milik masyarakat adat dalam Undang-Undang Kehutanan. Gara-gara ketakpatuhan itu, sepanjang 2013 kasus perampasan wilayah hutan masyarakat adat oleh negara terbilang tinggi.
"Sepanjang 2013, ada 143 kasus perampasan tanah dan pengusiran masyarakat adat di Indonesia," kata Abdon dalam konferensi pers “Catatan Awal Tahun AMAN” di Jakarta, Senin, 27 Januari 2014.
Menurut Abdon, sebanyak 143 kasus itu sebetulnya bukanlah jumlah kasus yang sebenarnya. Banyak lagi kasus perampasan dan pengusiran terhadap masyarakat adat yang tak tercatat karena masyarakat adat tersebut belum bisa mendokumentasikan kasus yang menimpa mereka.
"Kadang mereka kerap SMS atau telepon kami. Tapi mereka tak punya catatan sendiri," kata Abdon.
Berdasarkan data AMAN, setidaknya 1.2045 kepala keluarga dan 6.261 jiwa tanahnya dirampas dan diusir. Pelakunya adalah perusahaan swasta, pemerintah daerah, Kementerian Kehutanan, bupati, aparat desa, warga pendatang, dam PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Adapun beberapa masyarakat adat yang diusir itu antara lain Friyen/ Wawiyai (Raja Ampat), Ba'tan (Palopo), Dayak Punan (Kalimantan Timur), dan Komunitas Rio Sanglap (Riau).
Selanjutnya >> Sepanjang 2013, pengaduan kekerasan terhadap masyarakat adat yang diterima Komnas HAM mencapai 74 laporan.