Johannes Marliem, saksi kunci kasus dugaan korupsi E-KTP, yang dokabarkan meninggal di AS, Kamis, 10 Agustus 2017. (dok.tempo)
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan tewasnya Johannes Marliem, saksi kunci perkara korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), menjadi pelajaran berharga untuk memperbaiki kerja sama antara LPSK dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut dia, koordinasi dua lembaga selama ini kurang baik. "Ini pembelajaran buat kami karena masing-masing kelihatannya jalan sendiri-sendiri," kata Haris dalam konferensi persnya di kantor LPSK, Cijantung, Jakarta Timur, Selasa, 15 Agustus 2017.
Haris berujar telah beberapa kali mengimbau lembaga penegak hukum untuk merekomendasikan saksi-saksi yang keselamatannya rentan agar dilindungi oleh LPSK. Terkait dengan kasus Johannes, LPSK menyatakan belum pernah menerima rekomendasi perlindungan dari KPK.
Namun, LPSK telah menghubungi Johannes dan menawarkan perlindungan. "Ini inisiatif kami karena khawatir keselamatannya," ucapnya.
Menurut Haris, LPSK baru menghubungi Johannes setelah yang bersangkutan muncul dalam laporan Koran Tempo. "Karena kami belum tahu statusnya apakah sudah ditetapkan sebagai saksi atau tidak," ujar Haris.
Untuk memperbaiki hubungan antara LPSK dan KPK, Haris mengatakan akan mengirimkan surat ke pimpinan KPK agar segera merekomendasikan perlindungan bila ada saksi yang memiliki informasi penting.
Sehingga dengan rekomendasi tersebut ke depan LPSK bisa mudah mengidentifikasi siapa yang butuh perlindungan. "Kuncinya lebih pada meningkatkan kerja sama antarinstansi," tuturnya.