TEMPO Interaktif, Jakarta: Warga korban tsunami yang tergabung dalam Gerakan Antikorupsi Aceh menolak upaya Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias membangun kembali Bandara Sultan Iskandar Muda. Alasannya, proyek bandara belum merupakan prioritas pemulihan kembali Aceh dari bencana.Menurut Abdul Wahab, tokoh masyarakat Lamteungoh, Aceh Besar, keputusan BRR perlu ditinjau kembali. Banyak rumah warga yang belum dibangun dan infrastuktur jembatan belum diperbaiki. "Kenapa buru-buru membangun bandara yang tidak perlu bagi masyarakat kecil," katanya, Kamis siang.Bambang Antariksa, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Gerak Aceh, menyayangkan upaya BRR. BRR mestinya memperhatikan dulu semua fasilitas publik seperti perumahan, jalan, pendidikan, dan juga jaminan hidup, sebelum melangkah lebih jauh. Menurut Bambang, jika semua fasilitas publik telah terpenuhi, langkah BRR dalam pengembangan bandara silakan saja. "Sekarang langkah itu tidak wajar," ujarnya. Koordinator Gerak Aceh, Akhiruddin Mahyuddin, menolak tegas pengembangan bandara dengan alokasi dana Rp 550 miliar tersebut. Juru bicara BRR, Mirza Keumala, membenarkan upaya pengembangan bandara. "Sudah dalam program, itu mutlak mesti dikembangkan," katanya kepada Tempo. Menurutnya, dalam satu atau dua tahun ke depan Aceh akan bertambah maju dan diperlukan sebuah bandara yang berkapasitas internasional. Dibandingkan dengan daerah lain, katanya, Bandara Iskandar Mudah masih tertinggal. Padahal Aceh berpotensi untuk didatangi investor. "Tidak bisa dibayangkan kalau bandaranya masih seperti kondisi sekarang," sebutnya. Adi Warsidi