TEMPO.CO, Jakarta - Seorang Teknisi ATM Muhammad Chusnul Khuluqi memberi keterangan di persidangan Lukas Enembe dalam kasus suap dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Rabu 16 Agustus 2023. Ia memberi penjelasan soal uang yang masuk ke rekeningnya senilai Rp 806 juta.
Saksi mengaku diminta membuat rekening oleh kakak temannya, lalu dia mendapatkan bayaran Rp 50 ribu. Chusnul ini mengaku tidak kenal dengan Lukas Enembe. "Tidak kenal Enembe," kata Chusnul di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 16 Agustus 2023.
Chusnul mengatakan ia membuka rekening baru BCA. Rekening itu kemudian diberikan kepada kakak temannya, yang belum diungkap identitasnya di persidangan. Dia hanya mendapat Rp 50 ribu.
Belakangan, rekening yang dibuatnya itu ternyata diduga menjadi tempat penampungan uang korupsi Enembe.
"Hanya membuka saja, saudara tanda tangan di buku tabungan? saudara pegang ATM-nya?" tanya hakim.
"Enggak, diserahkan," kata Chusnul.
"Setelah itu, saudara tahu enggak nomor rekening yang saudara buka di bank Blitar ada dana masuk?" tanya hakim.
"Tidak tahu sama sekali pak, tahunya waktu ada penyidikan KPK kemarin," jawab dia.
Chusnul mengaku diperlihatkan oleh penyidik KPK bahwa rekeningnya mendapatkan transfer uang sebesar Rp 806 juta dari Lukas Enembe.
"Yang saudara lihat berapa transaksinya?" kata hakim.
"Rp 800 juta sekian," jawab dia.
Mulanya Chusnul mengaku tidak tahu transferan dari siapa. Tapi ketika hakim membacakan BAP bahwa disebutkan transferan dari Lukas Enembe, dia teringat.
"Rp 806 juta, benar itu?" tanya hakim.
"Iya," jawab dia.
"Saudara tahu nomor rekening itu atas nama Lukas Enembe?" tanya hakim.
"Tahu," ucapnya.
Chusnul tidak tahu bahwa rekeningnya saat ini sudah diblokir KPK. Hakim bertanya apakah Chusnul menerima uang lain selain Rp 50 ribu untuk membuka rekening. Dia menjawab tidak.
Lukas didakwa terima suap Rp 45,8 miliar
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe didakwa menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar. Suap itu diberikan oleh dua pengusaha terkait dengan proyek infrastruktur di Papua. “Hadiah tersebut diketahui atau patut diketahui diberika agar terdakwa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya,” kata penuntut umum KPK saat membacakan berkas surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 19 Juni 2023.
Jaksa menyebutkan pengusaha pertama yang memberikan suap itu adalah pemilik PT Melonesia Mulia Mulia, Piton Enumbi. Piton disebut juga memiliki perusahaan lain, yaitu PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya dan PT Melonesia Cahaya Timur. Jaksa mendakwa Piton memberikan suap kepada Lukas dengan jumlah Rp 10,4 miliar.
Selain itu, jaksa mendakwa Lukas juga menerima suap dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka. Selain PT Tabi, Rijatono juga merupakan pemilik PT Tabi Bangun Papua dan CV Walibhu. KPK mendakwa Lukas menerima Rp 35,4 miliar dari Rijatono.
Jaksa menjelaskan dugaan uang yang mengalir dari Piton Enumbi bermula ketika Lukas terpilih menjadi Gubernur Papua dalam Pilkada 2013. Piton merupakan mantan tim sukses Lukas di Pilkada tersebut. Setelah menang, Lukas memerintahkan Kepala Dinas PUPR Papua ketika itu Mikael Kambuaya untuk memberikan proyek kepada Piton.