SBY menyapa wartawan sebelum rapat konsolidasi PD, di Jakarta, 30 September 2014. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Hamda Zoelva mengatakan peraturan pengganti perundang-undangan merupakan kewenangan presiden. Karena itu, Hamdan tidak mau berkomentar mengenai rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan perpu terkait dengan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, yang disahkan dalam Paripurna DPR pada Jumat pekan lalu.
"Perpu itu ruang lingkup kewenangan Presiden," ujar Hamdan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 1 Oktober 2014. (Baca: SBY Cantumkan 10 Syarat Pilkada di Perpu)
Menurut Hamdan, MK juga tak dapat memberi tanggapan lantaran tidak mau terlibat konflik kepentingan. Apalagi, kata dia, ada potensi beleid itu akan diajukan sejumlah kelompok masyarakat untuk diuji materi.
Hamdan menjelaskan, sesuai Pasal 20 UUD 1945, sebuah undang-undang tetap bisa berlaku tanpa tanda tangan dari presiden. "Bila RUU disetujui DPR tapi tidak ditandatangani presiden, UU itu berlaku," ujar Hamdan. (Baca: UU Pilkada, Seniman Bandung: Itu Sandiwara)
Namun presiden tetap bisa melakukan langkah hukum dengan mengeluarkan perpu bila tetap tidak menyetujui UU tertentu. Namun, untuk mengesahkan perpu menjadi undang-undang, presiden tetap butuh persetujuan DPR.
Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan perpu terkait dengan mekanisme pemilihan kepala daerah merupakan bentuk rasa kecewa SBY atas disahkannya RUU Pilkada tentang pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
Saat RUU disahkan, SBY tengah melakukan lawatan ke Amerika Serikat. SBY tambah kecewa lantaran pemilihan presiden lewat DPRD itu sah setelah Fraksi Demokrat walk-out saat pengambilan keputusan.