MK Pertanyakan Alasan KPU Tetapkan Hasil 14 Hari  

Reporter

Editor

Budi Riza

Selasa, 12 Agustus 2014 20:00 WIB

Sidang gugatan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 11 Agustus 2014. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim konstitusi mempertanyakan alasan Komisi Pemilihan Umum menetapkan 22 Juli 2014 sebagai hari penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden 2014. Padahal, menurut undang-undang, penetapan hasil pemilu presiden paling lambat dilakukan 30 hari setelah hari pencoblosan.

"Sesuai undang-undang, bisa 30 hari, namun KPU memutuskan untuk 14 hari saja? Mengapa?" tanya anggota majelis hakim konstitusi, Patrialis Akbar, di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Selasa, 12 Agustus 2014.

Ketua majelis hakim, Hamdan Zoelva, menambahkan, apakah perubahan yang dilakukan KPU mengubah norma baru. "Dijawabnya nanti saja karena berat ini," katanya. (Baca: Saksi Kubu Prabowo dari Papua Kocok Perut Hakim MK)

Anggota KPU, Arief Budiman, meyakini pihaknya tidak melanggar ataupun menciptakan norma baru dalam menentukan jadwal tahapan pemilu presiden."Dalam pandangan kami, ini bukan norma baru karena UU mengatakan paling lama 30 hari. Artinya, kalau kami menetapkan 29 hari, 15 hari, atau 14 hari itu bukan norma baru," ujar Arief.

Lebih lanjut, Arief mengatakan, pihaknya menetapkan waktu rekapitulasi hanya 14 hari karena mempertimbangkan waktu pelantikan presiden terpilih, yakni 20 Oktober mendatang. "Waktu itu kami mempertimbangkan putaran kedua dan sengketa di MK. Tanggal 22 itu yang paling cocok," ujar Arief. (Baca: 25 Saksi Prabowo-Hatta Ikuti Sidang MK)

Komisioner KPU lain, Ida Budhiati, mengaku sudah berkonsultasi dengan pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan peserta pemilu saat aturan ini dibuat pada Desember lalu. "Waktu itu tak ada keberatan terkait dengan sekuen waktu," ujarnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraeni mengatakan ada dua alasan kenapa KPU tidak melanggar peraturan. Pertama, undang-undang mengatakan pengumuman hasil rekapitulasi dilakukan paling lambat 30 hari setelah pemungutan suara. Kedua, sesungguhnya keberatan bisa disampaikan dari jauh-jauh hari saat rekapitulasi masih berlangsung di tingkat yang lebih rendah. "Kalau tanggal 19 (Juli 2014) itu kan sudah ketahuan peta suaranya," kata Titi. (Baca: Pendukung Prabowo Mulai Mengepung MK Lagi)

Apalagi, menurut Titi, KPU sudah berkonsultasi dengan pemerintah, DPR, dan peserta pemilu sebelum aturan ini dibuat. "Jadi sulit kalau kita menyalahkan KPU hanya karena KPU membuat peraturan rekap yang tidak menyalahi juga," katanya.

Saksi dari tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilu presiden, Azis Subekti, mengatakan pihaknya telah memberikan surat untuk meminta penundaan penetapan hasil pemilu presiden pada 19 Juli lalu. Soalnya, menurut Azis, banyak rekomendasi Badan Pengawas Pemilu yang belum dijalankan.


TIKA PRIMANDARI















Berita Terpopuler:
Rini Soemarno Bicara soal Hubungan dengan Megawati
Penyebab Hilangnya Suara Jokowi-Kalla Belum Jelas
Lima Pemain MU Ditendang, Kagawa Aman
Benarkah Megawati Ikut Memilih Tim Transisi?
5 Hal Kontroversial tentang Syahrini
SBY, Orang Paling Tepat Bantu Transisi Jokowi

Advertising
Advertising

Berita terkait

MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

14 jam lalu

MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

Terdapat 16 partai politik yang mendaftarkan diri dalam sengketa Pileg 2024.

Baca Selengkapnya

PPP Jadi Partai Terbanyak yang Gugat Sengketa Pileg ke MK

18 jam lalu

PPP Jadi Partai Terbanyak yang Gugat Sengketa Pileg ke MK

Salah satu yang diajukan PPP adalah perkara nomor 46-01-17-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tentang sengketa hasil pemilihan DPRD Kota Serang, Banten.

Baca Selengkapnya

MK Siapkan Dokter hingga Tukang Pijat untuk Hakim Konstitusi

19 jam lalu

MK Siapkan Dokter hingga Tukang Pijat untuk Hakim Konstitusi

MK akan menangani ratusan perkara sengketa Pileg 2024.

Baca Selengkapnya

DPR Sebut Lembaga Kepresidenan Masuk Kajian Revisi UU Pemilu, Apa Alasannya?

20 jam lalu

DPR Sebut Lembaga Kepresidenan Masuk Kajian Revisi UU Pemilu, Apa Alasannya?

Komisi II DPR telah mengusulkan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada sejak awal masa bakti 2019.

Baca Selengkapnya

Daftar 16 Partai Politik yang Gugat Sengketa Pileg ke MK, dari PDIP hingga PKN

21 jam lalu

Daftar 16 Partai Politik yang Gugat Sengketa Pileg ke MK, dari PDIP hingga PKN

Sejumlah partai politik mengajukan sengketa Pileg ke MK. Partai Nasdem mendaftarkan 20 permohonan.

Baca Selengkapnya

Wakil Ketua KPK Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Berikut Sejumlah Kontroversi Nurul Ghufron

21 jam lalu

Wakil Ketua KPK Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Berikut Sejumlah Kontroversi Nurul Ghufron

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho, mendapat sorotan publik. Berikut sejumlah kontroversi Nurul Ghufron.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

23 jam lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Sengketa Pileg, Mantan Ketua DPD Irman Gusman Minta Pemungutan Suara Ulang di Sumbar

23 jam lalu

Sengketa Pileg, Mantan Ketua DPD Irman Gusman Minta Pemungutan Suara Ulang di Sumbar

Dalam sengketa Pileg yang diajukan ke MK, Irman Gusman menuntut empat hal. Apa saja?

Baca Selengkapnya

MK Catat 297 Perkara Sengketa Pileg, Mulai Sidang Pekan Depan

1 hari lalu

MK Catat 297 Perkara Sengketa Pileg, Mulai Sidang Pekan Depan

MK telah meregistrasi 297 perkara sengketa pileg. Sidang perdana dilakukan pada pekan depan.

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

1 hari lalu

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

Pakar Hukum Universitas Andalas atau Unand memberikan tanggapan soal putusan MK dan dissenting opinion.

Baca Selengkapnya