Petugas Bea dan Cukai pelabuhan tengah membongkar salah satu peti kemas berisi besi bekas/steels crap yang di duga terkontaminasi dengan limbah B3 di terminal petikemas Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/2). Sebanyak 113 peti kemas asal Belanda dan Inggris akan dikirim kembali kenegara asal karena telah melanggar Undang-Undang No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No 18/2009 tentang Sampah. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup bakal meningkatkan kontrol terhadap perdagangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk ke Indonesia. Kementerian akan mengirim kembali atau reekspor limbah B3 ilegal dan tidak sesuai syarat ke negara asalnya.
"Kami punya kewenangan mengontrol perdagangan limbah B3 itu. Kalau ada yang masuk ilegal atau ternyata tidak sesuai dengan dokumennya, kami reekspor barangnya ke negara asalnya," kata Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dalam acara sosialisasi Konvensi Rotterdam, Selasa, 12 November 2013.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Rotterdam tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal untuk bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan internasional. Ratifikasi konvensi ini dimuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013.
Menurut Balthasar, dengan meratifikasi Konvensi Rotterdam, posisi Indonesia lebih kuat dalam menangani perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya. Di Indonesia sendiri ada sekitar 1700 bahan kimia yang dipakai untuk pestisida dan industri.
"Targetnya melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif perdagangan B3 dan membatasi penggunaan bahan-bahan itu di dalam negeri," katanya.
Selain reekspor limbah B3 ilegal, Kementerian Lingkungan Hidup juga berwenang memberikan rekomendasi tentang bahan kimia dan pestisida berbahaya yang bisa masuk Indonesia. "Semua harus lewat kontrol kami, jangan sampai Indonesia malah jadi tempat dumping," kata Balthasar. (Baca: Pengelolaan Laut Indonesia Dinilai Gagal_