TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap keputusan akhir terkait lima isu krusial Rancangan Undang Undang Pemilu (RUU Pemilu) diambil melalui musyawarah mufakat, bukan voting. Keputusan itu akan diambil dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II DPR RI, hari ini, Kamis, 20 Juli 2017.
Tjahjo mengaku sempat berkomunikasi dengan anggota Panitia Khusus RUU Pemilu, serta fraksi di DPR, untuk merundingkan keputusan yang bisa memuaskan semua pihak. Namun, perbedaan pendapat masih terjadi.
Baca: Berstatus Tersangka, Setya Novanto Hadiri Paripurna RUU Pemilu
"Walaupun dari hasil lobi ada yang mengatakan ini prinsip, tidak bisa berubah karena menyangkut strategi partai, pertimbangan politik, garis kebijakan partai dan sebagainya. Ya, kami serahkan pada hasil lobi," ujar Tjahjo di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Juli 2017.
Tjahjo berharap ada kesepakatan dalam pembahasan RUU Pemilu. Namun, dia melanjutkan, pemerintah telah menyiapkan skenario lain jika pengambilan keputusan dilakukan secara voting. "Ya pasti ada (skenario) dong. Opsi pasti ada, opsi diam juga ada, makanya nanti kita lihat yang terbaik," kata dia.
Tjahjo juga mengingatkan agar semua fraksi mengedepankan penguatan demokrasi dan presidensial. "Bagi pemerintah, yang penting pemerintah dan DPR mampu segera memutuskan undang-undang ini, disahkan dalam upaya untuk menyiapkan aturan KPU supaya tahapan tak terganggu," tutur Tjahjo.
Baca juga: Seperti Apa Peta Dukungan Partai Terhadap RUU Pemilu?
Ambang batas presidensial menjadi salah satu poin yang kerap diperdebatkan. Sejumlah fraksi meminta ambang batas 15 persen, 10 persen, bahkan 0 persen. Pemerintah menginginkan ambang batas 20 persen karena pada pemilu sebelumnya aturan itu tidak menimbulkan masalah. Penandatanganan naskah RUU Pemilu pun belum bisa dilakukan lantaran masih menyisakan lima paket yang belum diputuskan.
YOHANES PASKALIS PAE DALE