TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, meminta Panitia Khusus Rancangan Undang–Undang Pemilu (RUU Pemilu) mengakomodasi usulan pemerintah mengenai ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Pemerintah mengusulkan ambang batas perolehan suara partai minimal tetap 20 persen untuk bisa mencalonkan calon presiden dan wakil presiden. Menteri Tjahjo mengatakan pemerintah bakal menarik diri jika Dewan tidak mengakomodasi usulan ini.
Baca:
RUU Pemilu Alot, Tjahjo: Jika Pekan Depan Buntu Pemerintah Mundur
"Boleh dong kalau pemerintah punya opsi, tolong dong ini. Kami sudah ngalah, maka satu opsi ini jangan sampai ditolak," kata Tjahjo di Hotel Redtop, Jakarta, Kamis 15 Juni 2017.
Jika pembahasan soal ini mengalami kebuntuan, pemerintah mengusulkan penggunaan kembali Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Tjahjo menjelaskan pembahasan RUU Pemilihan Umum memasuki tahap lobi di tingkat fraksi hingga ketua umum partai politik. Jika masih deadlock, Tjahjo pun mengusulkan poin ini dibawa ke rapat paripurna DPR.
"Kalau itu tidak bisa maka mari bawa ke paripurna untuk diambil keputusan dengan syarat harus fair," kata Tjahjo.
Simak pula:
Pembahasan RUU Pemilu Alot, Mendagri Berharap Ada yang Mengalah
Pembahasan RUU Pemilu antara parlemen dan pemerintah berjalan alot. Tjahjo mengatakan ada lima isu krusial belum disepakati: sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi.
Pemerintah, kata Tjahjo, memahami poin – poin ini akan mempengaruhi strategi dan nasib partai politik. Namun, jika tidak ada titik temu hingga Senin, 19 Juni 2017, Tjahjo mempertimbangkan memilih untuk tidak melanjutkan pembahasan.
Tjahjo mengatakan mundurnya pemerintah dari pembahasan RUU Pemilu tidak melanggar aturan karena sudah diatur dalam Undang-Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD. Jika tidak, Tjahjo meminta isu ambang batas presidensial dan empat isu lain dibawa ke rapat paripurna.
ARKHELAUS W.