TEMPO.CO, Jakarta - Nama mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, kembali muncul di jadwal pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Rencananya, Gamawan akan diperiksa KPK, Kamis, 15 Juni 2017.
"Diperiksa untuk tersangka AA (Andi Agustinus)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis, 15 Juni 2017. Ini adalah kali pertama Gamawan diperiksa sebagai saksi untuk Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium pemenang tender e-KTP.
Sebelumnya, Gamawan kerap diperiksa penyidik sebagai saksi untuk dua terdakwa lain, yakni Irman dan Sugiharto. Gamawan bahkan pernah memberi kesaksian di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam sidang dua terdakwa ini.
Baca: Sidang E-KTP, Gamawan Fauzi Akui Terima Rp 1,5 Miliar, namun...
Gamawan disebut dalam dakwaan Irman dan Sugiharto turut menerima uang terkait dengan proyek e-KTP. Dalam dakwaan disebutkan dia tiga kali menerima uang. Pertama, melalui Afdal Noverman, adik seayahnya, sebesar US$ 2 juta atau sekitar Rp 19,4 miliar pada Maret 2011. Uang itu diberikan agar Gamawan tidak membatalkan proyek e-KTP.
Pada Juni 2011, melalui Azmin Aulia, adiknya yang lain, Gamawan disebut menerima US$ 2,5 juta atau sekitar Rp 24,2 miliar. Tujuannya agar ia menetapkan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang lelang. Selain itu, Gamawan dituduh menerima uang dari Irman sebesar Rp 50 juta di lima daerah dan Rp 500 juta untuk pelaksanaan acara di Yogyakarta.
Saat menjadi saksi dalam sidang Irman dan Sugiharto, Gamawan membantah semua tudingan itu. Ia bersumpah tak pernah menerima satu sen pun duit korupsi pengadaan e-KTP. Bahkan, jika terbukti berkhianat, ia menyatakan siap dikutuk Tuhan.
Baca: Gamawan Fauzi: Saya Tidak Terima Uang E-KTP Satu Sen Pun
"Satu rupiah pun, saya tidak pernah terima satu sen pun, demi Allah. Kalau saya terbukti mengkhianati bangsa ini, saya minta kepada seluruh bangsa agar saya dikutuk oleh Allah," kata Gamawan kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 16 Maret 2017.
MAYA AYU PUSPITASARI