TEMPO.CO, Lamongan - Mantan kombatan Filipina Selatan, Afghanistan, dan Ambon Ali Fauzi Manzi, 47 tahun mengatakan banyak Warga Negara Indonesia yang menjadi anggota Jamaah Tabligh dan berdakwah di Kota Marawi. Bahkan, kata dia, mereka kawin-mawin denan warga negara Filipina di kota yang terletak di Pulau Mindanau itu.
Ali Fauzi adalah mantan kepala instruktur perakitan bom Jamaah Islamiyah yang pernah mendirikan kamp pelatihan militer Fron Pembebasan Islam Moro (MILF) di Mindanao bersama Dulmatin, dan Umar Patek pada 2002. Dulmatin telah tewas, sedangkan Umar Patek kini menjalani hukuman di penjara Porong di Sidoarjo, Jawa Timur.
Dua tahun Ali Fauzi di Filipina Selatan, dan gerak-geriknya dipantau polisi dan tentara Filipina hingga akhirnya ia ditangkap dan dipenjarakan di sana. Pada Tahun 2006, Ali Fauzi dideportasi balik ke Indonesia. Kini, ia tinggal di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Menurut Ali Fauzi, Kota Marawai merupakan wilayah Jamaah Tabligh sehingga kelompok ini berkembang di sana. Menurut dia, kegiatan Jamaah Tabligh di Kota Marawi telah berlangsung sejak setidaknya tiga puluh tahun belakangan ini. ”Mereka berdakwah dengan lembut dan tak suka konflik,” ujarnya pada Tempo Rabu 7 Juni 2017.
Adalah keliru, kata Ali Fauzi, aparat keamanan menangkapi Jamaah Tablih karena mereka dianggap bagian dari kelompok bersenjata di Filipina Selatan. ”Jamaah Tabligh itu tak suka perang dan tak mau mengurusi masalah politik. Mereka hanyak berdakwah dan berdakwah,” katanya.
Dia menambahkan, ditangkapnya 10 anggota Jamaah Tabligh asal Indonesia di Marawi, lalu mereka dilepas merupakan tindakan yang tak tepat.”Jangankan berkonflik, dikasih senjata yang pelatuknya sudah dikokang saja, anggota Jamaah Tabligh enggak bisa menembak kok,” katanya.
Yang menarik, kata Ali Fauzi, anggota Jamaah Tabligh bisa bergaul dengan baik dengan semua kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Sebab, kata dia, ada sejumlah kelompok bersenjata di Filipina Selatan dan mereka tak rukun. Jamaah Tabligh, kata Ali fauzi, lebih mementingkan berdakwah dengan cara lembut. Sehingga, kehadiran anggota Jamaah Tabligh di sana, cenderung bisa diterima karena mereka tidak mau berkonflik.
Memang, lanjut Ali Fauzi, sekilas penampilan fisik anggota Jamaah Tabligh mirip dengan orang Islam pada umumnya di Filipina Selatan. Misalnya, memelihara jenggot, celana agak cingkrang, kadang bersorban, atau pakai jubah, dan ciri khas lainnya.
Jadi, lanjut Ali Fauzi, aparat keamanan tidak boleh langsung menyamaratakan Jamaah Tabligh dengan kelompok bersenjata di Marawi. Apalagi, warga Indonesia yang aktif di Jamaah Tabligh ini sudah lama hidup rukun, menikah, dan punya anak di Marawi. ”Sekali lagi, aparat harus jeli,” kata Ali Fauzi.
Ali Fauzi merupakan adik tiri terpidana mati Bom Bali Amrozi dan Ali Ghufron alias Mukhlas. Dua orang ini telah dieksekusi mati. Ali Fauzi juga adik tiri, satu ayah beda ibu, dengan terpidana seumur hidup Ali Imron. Ia juga berkerabat dengan Nasir Abbas, mantan pemimpin Jemaah Islamiyah, sel Al Qaeda di Asia Tenggara yang kini telah bertobat dan menjadi pengamat masalah terorisme. Adik kandung Nasir menikah dengan Ali Ghufron. Ali Fauzi telah menjalani program deradikalisasi dan sekarang aktif menyuarakan bahaya terorisme.
Ali Fauzi pernah ikut Jamaah Tablih dari tahun 1990 hingga 1993. Ia keluar dari Jamaah Tabligh karena diperintahkan kakaknya, Ali Gufron alias Muchlas dan Ali Imron, pergi berjihad di Afghanistan. Gempuran Uni Soviet ketika itu terhadap Afghanistan memicu para militan Islam dari banyak negara termasuk Indonesia berperang di sana. ”Sejak saat itulah saya mengenal senjata api,” katanya.
SUJATMIKO